REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi menemukan bahwa sekitar 40 persen lapisan es Antartika telah menyusut secara signifikan selama 25 tahun terakhir. Badan Antariksa Eropa (ESA) menilai kondisi ini sangat mengkhawatirkan.
Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Science Advances memaparkan bahwa pencairan tersebut menyebabkan 71 dari 162 lapisan es Antartika kehilangan massa dari tahun 1997 hingga 2021, di mana 68 di antaranya mengalami penurunan yang signifikan secara statistik.
Para ilmuwan mengatakan, fenomena ini melampaui fluktuasi normal lapisan es dan menambah bukti bagaimana perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia mempengaruhi Antartika.
"Kami memperkirakan sebagian besar lapisan es akan mengalami siklus penyusutan yang cepat, yang biasanya akan tumbuh lagi secara perlahan. Akan tetapi, kami melihat bahwa hampir setengahnya menyusut tanpa ada tanda-tanda pemulihan," kata penulis utama sekaligus peneliti dari University of Leeds, Benjamin Davison, seperti dilansir Reuters, Ahad (15/4/2023).
Selama periode penelitian, para ilmuwan menemukan 29 lapisan es mengalami penambahan massa dan 62 lainnya tidak mengalami perubahan yang signifikan.
Para ilmuwan mengatakan, 48 dari lapisan es tersebut telah kehilangan lebih dari 30 persen massanya selama periode 25 tahun. Penyebab utama pencairan tersebut adalah arus laut dan angin di sisi barat Antartika, yang mendorong air di bawah lapisan es menjadi lebih hangat.
Lapisan es adalah bagian es yang mengapung di permukaan air dan mengelilingi benua Antartika. Lapisan es membantu melindungi dan menstabilkan gletser di wilayah tersebut dengan memperlambat alirannya ke lautan.
Lapisan es yang mencair akan berubah menjadi air tawar dan lepas ke lautan. Itu kemudian bisa berdampak pada sirkulasi laut.
Data awal yang dipublikasikan bulan lalu menunjukkan es laut yang menyelimuti lautan di sekitar Antartika telah mencapai rekor terendah pada musim dingin. Fenomena ini menambah kekhawatiran para ilmuwan bahwa dampak perubahan iklim di kutub selatan semakin meningkat.