REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian baru dari Queen's University Belfast di Irlandia Utara dan Tel Aviv University di Israel menemukan bahwa perubahan iklim dapat berdampak besar pada spesies berdarah dingin, seperti reptil dan amfibi.
Para peneliti menguji dan menganalisis data dari lebih dari 4.100 spesies vertebrata darat dari seluruh dunia, untuk menyelidiki teori “rate of living”. Teori ini menyatakan bahwa semakin cepat metabolisme hewan, semakin pendek harapan hidup mereka.
Oleh karena itu, teori ini menjelaskan mengapa beberapa katak hanya dapat hidup selama beberapa bulan, sementara spesies seperti paus dan kura-kura dapat hidup selama berabad-abad. Studi ini menemukan bahwa tingkat penuaan pada organisme berdarah dingin termasuk amfibi dan reptil terkait dengan suhu tinggi.
“Semakin panas suhu di lingkungan, semakin cepat laju kehidupan mereka, dan pada gilirannya menyebabkan penuaan yang lebih cepat dan umur yang lebih pendek,” kata salah satu penulis sekaligus dosen Evolusi & Makroekologi di Queen's University Belfast, Daniel Pincheira-Donoso, seperti dilansir Discover Wild Life, Kamis (19/10/2023).
Pincheira-Donoso mengatakan bahwa temuan ini dapat memiliki implikasi penting untuk memahami faktor-faktor yang berkontribusi pada kepunahan hewan berdarah dingin. Terutama di zaman modern, dimana keanekaragaman hayati mulai menurun, hewan berdarah dingin terancam punah.
"Sekarang kita tahu bahwa harapan hidup vertebrata berdarah dingin, terkait dengan suhu lingkungan. Kita dapat memperkirakan bahwa masa hidup mereka akan semakin berkurang karena suhu terus meningkat akibat pemanasan global,” tegas Pincheira-Donoso.
Menurut Uni Internasional untuk Konservasi Alam (International Union for Conservation of Nature and Natural Research/ IUCN), amfibi merupakan kelompok yang paling terancam punah. Dengan demikian, diperkirakan satu dari lima dari sekitar 10 ribu spesies kadal, ular, kura-kura, buaya, dan reptil lainnya di dunia rentan terhadap kepunahan.
Gavin Stark, penulis utama dan mahasiswa PhD di Universitas Tel Aviv, menilai bahwa hubungan antara umur hewan berdarah dingin (amfibi dan reptil) dengan suhu lingkungan dapat berarti bahwa mereka sangat rentan terhadap pemanasan global. Menurutnya, ini menjadi fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Memang, jika peningkatan suhu lingkungan mengurangi umur panjang, hal itu dapat membuat spesies ini lebih rentan punah seiring dengan menghangatnya iklim,” kata Stark.
Para peneliti kemudian mendorong penelitian lebih lanjut, guna mengetahui lebih lanjut tentang hubungan antara keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. “Hanya dengan berbekal pengetahuan, kita akan dapat menginformasikan kebijakan masa depan yang dapat mencegah kerusakan lebih lanjut pada ekosistem,” jelas peneliti.