Jumat 27 Oct 2023 05:43 WIB

Sungai Lemau: Kerajaan Warga Suku Rejang di Pesisir Barat Bagian Selatan Sumatra

Kisah suku Rejang di pedalaman Sumatra

Pasar suku di wilayah suku Rejang, bengkulu, tahun 1941
Foto: KITLV
Pasar suku di wilayah suku Rejang, bengkulu, tahun 1941

Oleh: Yuda Benharry Tangkilisan, Didik Pradjoko, Eva Riana, Asep Abdurahman Hidayah, Shiva Alsyabani, Aulia Syaharani, para Aktivis Program Pengabdian Masyarakat FIB UI BENTARA (Bengkulu Permata Nusantara) 

Kerajaan Sungai Lemau adalah kerajaan yang berdiri di hulu sungai Gunung Bungkuk yang bernama Sungai Lemau. Kerajaan ini telah berdiri sekitar tahun 1625-1630 oleh Baginda Maharaja Sakti yang merupakan panglima dari sungai Tarab, Kerajaan Pagaruyung yang membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Kerajaan Sungai Serut.

Baca Juga

Kerajaan Sungai Lemau ini memiliki penduduk mayoritas dari suku Rejang, salah satu suku tertua yang bermukim di wilayah Sumatera dan merupakan salah satu suku dari Melayu Proto.

Suku Rejang yang mendiami wilayah pedalaman Sumatera tidak tersentuh oleh pemerintah kolonial hingga Belanda mulai memasuki wilayah mereka pada 1860 sementara yang bermukim di daerah pesisir telah dijajah oleh pemerintah kolonial sejak tahun 1825.

Ketika Belanda menjajah Bengkulu, kerajaan-kerajaan yang telah berdiri berabad-abad sebelumnya dihapuskan dan menjadi akhir pula bagi kerajaan Sungai Lemau.

Sebagai penduduk mayoritas di kerajaan Sungai Lemau, suku Rejang pun memiliki adat istiadat serta budaya yang diturunkan dalam kehidupannya sehari-hari. Berikut akan penulis tuturkan beberapa adat istiadat dan budaya dari Suku Rejang sebagai penduduk mayoritas kerajaan Sungai Lemau.

 

Lihat lanjutan tulisan pada halaman berikutnya.... 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement