Sabtu 28 Oct 2023 13:30 WIB

Pemulihan Hak Asasi Manusia Atas Lingkungan Dinilai Bisa Bantu Pulihkan Bumi

Dalam 50 tahun terakhir, hampir semua negara di AS lalai tegakan HAM atas lingkungan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Hak Asasi Manusia (HAM) atas lingkungan dinilai sudah diabaikan selam lebih 50 tahun.
Foto: www.freepik.com
Hak Asasi Manusia (HAM) atas lingkungan dinilai sudah diabaikan selam lebih 50 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hak asasi manusia atas lingkungan hidup dinilai merupakan langkah awal dalam memulihkan lingkungan hidup yang sehat manusia dan Bumi. Hal ini disampaikan oleh Profesor Emeritus Hukum Lingkungan di Pace University, Nicholas A Robinson, dalam jurnal terbaru bertajuk Environmental Policy and Law on The Human Right to Sustainable Environment.

Prof Robinson mengungkapkan bahwa selama 50 tahun terakhir ini, hampir semua negara bagian di AS telah lalai dalam menegakkan undang-undang lingkungan mereka. Studi ilmiah mengonfirmasi bahwa bahaya terhadap kesehatan masyarakat dan sistem alam telah meningkat selama ini.

Baca Juga

“Hak atas lingkungan hidup akan memberi ketegasan dalam penegakan norma-norma perlindungan lingkungan hidup oleh pemerintah. Hal ini tidak akan mudah, karena bisnis seperti biasa selalu menghambat perubahan. Sudah lewat waktunya untuk berdamai dengan alam,” kata Prof Robinson seperti dilansir Phys, Sabtu (28/10/2023).

Robinson mengatakan bahwa hak asasi manusia atas lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan telah sesuai dengan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 28 Juli 2022. Majelis Umum PBB telah mengakui bahwa hak ini terkait dengan hak-hak lain dan hukum internasional.

Namun di sebagian besar negara, kata Robinson, hak dasar ini belum ditegakkan di pengadilan. Majelis Umum PBB mendesak organisasi internasional, perusahaan komersial, dan semua pemangku kepentingan yang relevan untuk berbagi praktik baik dalam rangka meningkatkan upaya untuk memastikan lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan bagi semua orang.

Ia juga menyoroti salah satu contoh kolaborasi internasional yaitu Global Judicial Institute on the Environment (GJIE), yang merupakan asosiasi hakim independen yang diluncurkan pada tahun 2016 dengan bantuan Komisi Dunia untuk Hukum Lingkungan dari International Union for the Conservation of Nature (IUCN) dan Program Lingkungan PBB.

“Tidak semua negara memiliki lembaga peradilan yang menyediakan pendidikan yudisial berkelanjutan bagi para hakim dan pegawai pengadilan. Tidak ada layanan internasional antar-pemerintah untuk membantu pengadilan. GJIE adalah jaringan oleh hakim untuk hakim, mengisi kesenjangan dalam kerjasama internasional,” kata Robinson.

Penambahan Amandemen Hijau ke dalam Rancangan Undang-Undang Hak Asasi Manusia New York dan implikasinya juga disoroti oleh Robinson. Bill of Rights Konstitusi New York sekarang menjamin kebebasan bahwa setiap orang berhak atas udara dan air yang bersih dan lingkungan yang sehat. Pada tahun pertama di bawah ketentuan Bill of Rights yang baru, setidaknya telah ada empat tuntutan hukum yang tertunda di pengadilan New York.

Robinson menjelaskan, kampanye untuk mengamankan adopsi 'Amandemen Hijau' di New York membutuhkan waktu lebih dari 15 tahun. Bisnis seperti biasa bukanlah status quo, melainkan kemunduran. Kegagalan di semua sektor untuk beradaptasi dan merangkul Hak Asasi Manusia atas Lingkungan Hidup menempatkan kehidupan, kebebasan, dan harta benda setiap orang dalam bahaya.

"Reformasi saja tidak cukup, mengingat kerusakan akibat kebakaran hutan, banjir, kekeringan, dan gelombang panas di daratan dan di bawah perairan laut. Fenomena ini membutuhkan perubahan yang sistemik dan mendalam. Terlepas dari semua masalah yang ada, pengadilan adalah satu-satunya otoritas yang dapat mewajibkan sektor publik dan swasta untuk menghormati hak untuk hidup,” kata Robinson.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement