Selasa 31 Oct 2023 17:30 WIB

Industri Fesyen Dianggap Bertanggung Atas 1,2 Miliar Ton Emisi Gas Rumah Kaca

'Fast fashion' dinilai paling bertanggung jawab terhadap emisi karbon.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Industri fesyen menjadi terbanyak kedua setelah sektor minyak dan gas dalam menyumbang emisi gas rumah kaca.
Foto: AP PHOTO
Industri fesyen menjadi terbanyak kedua setelah sektor minyak dan gas dalam menyumbang emisi gas rumah kaca.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri fesyen bertanggung jawab atas 1,2 miliar ton emisi gas rumah kaca setiap tahunnya, kedua terbanyak setelah sektor minyak dan gas. Fast fashion dianggap bertanggung jawab dalam hal ini, mengingat pergantian tren yang cepat dengan harga produk yang murah menyebabkan konsumsi berlebihan dalam skala global.

Setiap tahun, 100 miliar pakaian diproduksi. Menurut McKinsey Sustainability, produksi pakaian meningkat dua kali lipat dari tahun 2000 hingga 2014. Rata-rata, konsumen membeli 60 persen lebih banyak pakaian setiap tahunnya. Karena pendapatan pakaian yang terus meningkat, pakaian yang dibeli sekarang hanya bertahan setengah dari 15 tahun yang lalu. Ironisnya, dengan banyaknya pakaian yang tersedia, 50 persen pakaian yang telah dibeli hanya tersimpan di lemari konsumen.

Baca Juga

Dilansir Open Access Government, Selasa (31/10/2023), dunia menghasilkan 92 juta ton limbah tekstil per tahun; Cina (20 juta ton) dan Amerika Serikat (17 juta ton) adalah penghasil limbah tekstil terbanyak. Saat ini, 7 persen dari total jumlah sampah di tempat pembuangan sampah global terdiri dari pakaian dan tekstil. Hanya 20 persen tekstil yang dikumpulkan untuk digunakan kembali atau didaur ulang secara global.

Mencegah atau mengurangi dampak negatif dari fast fashion membutuhkan pendekatan menyeluruh. Semua pihak harus terlibat untuk membantu mengatasi fesyen cepat, mulai dari konsumen dan merek hingga pemerintah dan organisasi industri.

Namun demikian, setiap individu juga dapat memainkan peran penting dalam mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh fast fashion. Misalnya dengan mengadopsi kebiasaan belanja yang lebih berkelanjutan, membeli produk yang berkualitas tinggi dan tahan lama serta memprioritaskan daya tahan daripada tren. Konsumen dapat membantu melawan tekanan bagi perusahaan untuk mengikuti tren dengan cepat.

“Anda juga dapat mendukung merek-merek pakaian berkelanjutan yang memprioritaskan praktik-praktik berkelanjutan dan etis dengan menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan, kondisi tenaga kerja yang adil, dan rantai pasokan yang transparan,” kata pengamat mode, Harriet Belderbos.

Daripada membuang pakaian yang rusak, Pertimbangkan untuk memperbaiki atau mendaur ulang pakaian tersebut menjadi pakaian baru. Hal ini menurut Belderbos, tidak hanya menghemat uang tetapi juga mengurangi dampak lingkungan.

“Menyewa pakaian daripada membeli akan membantu menciptakan pasar untuk pakaian sekali pakai yang tidak akan disimpan atau digunakan lebih dari sekali,” kata dia.

Kebiasaan thrifting dan upcycling juga bisa membantu meningkatkan masa pakai pakaian dan mengurangi permintaan akan produk baru. Direktur dan Desainer di Denimolite Ltd, Josh Lawson Myers, yang telah menjalankan bisnis pakaian bekas saat kuliah, menjelaskan bahwa thrifting dan upcycle awal yang baik untuk memerangi fast fashion.

Hal ini mendorong Myers untuk meneliti pasar pakaian bekas secara global. Setelah menemukan inspirasi dari sebuah perusahaan yang membuat bahan konstruksi dengan menggunakan kulit bekas, Josh terinspirasi untuk memodifikasi proses ini dan menggunakan pakaian bekas dan limbah tekstil sebagai gantinya.

Denim dipilih sebagai pusat dari ide pakaian ini karena daya tahan dan popularitasnya. Denimolite menggunakan bahan dari limbah yang didaur ulang dari pasar pakaian bekas dan industri fesyen, sehingga meyakinkan produsen dan pelanggan bahwa produk denim mereka tidak akan pernah masuk ke tempat pembuangan sampah, laut, atau insinerator.

“Tujuan Denimolite adalah untuk mengurangi dampak lingkungan dari 2,16 juta ton limbah denim yang dihasilkan setiap tahunnya,” jelas Myers.

Saat ini, belum ada solusi yang dapat mengatasi denim fast-fashion. Setiap tahun, 6 miliar pasang jeans diproduksi, dengan 30 persen di antaranya tidak pernah dipakai, atau setara dengan 1,8 miliar pasang jeans. Ketika banyak inisiatif daur ulang yang ada hanya mendaur ulang denim katun 100 persen, Denimolite menggunakan semua jenis limbah denim untuk didaur ulang menjadi bahan komposit bermutu tinggi.

"Pakaian dicuci, dipotong tipis-tipis, diresapi dengan bahan pengikat nabati dan kemudian diremas dalam cetakan. Setelah diawetkan, bahan komposit dapat dikerjakan menjadi produk baru menggunakan teknik manufaktur tradisional,” jelas Myers.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement