REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga kini ada banyak dana investasi yang mengalir ke sektor-sektor hijau di seluruh wilayah Asia Tenggara. Kucuran dana investasi tersebut pada akhirnya menciptakan ribuan lapangan kerja baru di sektor hijau.
Sebuah laporan baru mencatat bahwa mungkin akan ada sebanyak 30 juta pekerjaan yang terkait dengan keberlanjutan di Asia Tenggara pada tahun 2030, dengan ekonomi hijau di kawasan ini diproyeksikan akan memberikan peluang ekonomi tahunan hingga 1 triliun dolar AS.
Laporan dari organisasi nirlaba Bridgespan ini mempelajari pasar kerja di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam, dan mengidentifikasi lima sektor yang menjadi kunci dalam transisi ekonomi hijau. Kelima sektor tersebut adalah tenaga surya, mobilitas listrik, lingkungan binaan, pertanian berkelanjutan, dan pengelolaan limbah.
Tren ketenagakerjaan telah menarik perhatian sektor korporasi. OCBC dan Fidelity International, misalnya, menciptakan posisi untuk kepala petugas keberlanjutan dalam beberapa bulan terakhir.
“Minat terhadap peran hubungan masyarakat dan komunikasi telah meningkat, karena fokus perusahaan terhadap keberlanjutan dan dampak lingkungan, isu-isu sosial, dan tata kelola perusahaan (ESG) juga telah meningkatkan kebutuhan untuk menyampaikan pesan-pesan tersebut,” ujar Joan Liew, seorang konsultan senior di perusahaan rekrutmen Prospect Resourcing, seperti dilansir The Straits Times, Selasa (31/10/2023).
Namun menurut Liew, mencari kandidat yang tepat untuk mengisi posisi yang dibutuhkan menjadi tantangan besar. Terutama karena industri ESG masih sangat “muda” di Asia Tenggara.
Manajer perekrutan harus menyeimbangkan antara minat kandidat yang tulus terhadap pekerjaan, pengalaman yang relevan sebelumnya, dan keterampilan teknis. Tidak ada satu ukuran yang cocok untuk semua.
Dr Jeremy Fox, kepala eksekutif regional di Generation, sebuah organisasi nirlaba global yang melatih orang-orang di sektor pekerjaan ramah lingkungan, mengatakan bahwa keterampilan teknis memang penting, tetapi motivasi dan pola pikir untuk terus berkembang adalah hal yang paling menentukan kelayakan kerja dan kesuksesan di tempat kerja.
Hal ini diamini oleh Dr Bo Bai, ketua eksekutif dan salah satu pendiri fintech MVGX yang berbasis di Singapura, yang menggunakan data besar dan teknologi blockchain untuk melacak kredit karbon.
“Ketulusan dan semangat kandidat untuk keberlanjutan lebih penting daripada memiliki pengalaman sebelumnya. Tetapi itu sangat tergantung pada lingkup pekerjaan,” kata Bai.
Orang-orang yang tertarik untuk pindah ke pekerjaan sektor hijau dapat meningkatkan keterampilan melalui kursus-kursus yang relevan. Namun harus dipastikan, lembaga kursus tersebut telah disertifikasi dan diakui.
Dinesh Babu, direktur eksekutif di Climate Action Data Trust dengan pengalaman hampir tiga dekade di pasar karbon dan isu-isu terkait iklim, mengatakan bahwa banyak mahasiswa pascasarjana yang mengambil proyek-proyek besar di bidang keberlanjutan karena mereka melihat ESG sebagai karier yang layak.
“Ada banyak sub-sub bidang dan keahlian yang dapat dikembangkan oleh seseorang, seperti tenaga surya, angin atau air, atau perubahan iklim dalam negosiasi atau pasar karbon, peraturan dan kebijakan. Setelah kandidat memutuskan apakah mereka ingin menjadi spesialis atau generalis, mereka harus memilih satu sektor, fokuslah,” saran Babu.
Dr Fox menemukan bahwa kandidat yang memiliki semangat kerja lebih mudah ditemukan di pasar yang kurang berkembang seperti India, Vietnam, dan Thailand.