REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dengan penerapan model bisnis berkelanjutan, pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) Hutan Alam berpeluang turut berkontribusi dalam menyeimbangkan kebutuhan ekologi dan ekonomi. Praktik pengelolaan hutan secara lestari dan penerapan multiusaha kehutanan dapat berkontribusi pada peningkatan sektor ekonomi Indonesia, melindungi keanekaragaman hayati, dan mencapai target FOLU Net Sink 2030.
FOLU Net Sink 2030 merupakan sebuah dokumen perencanaan yang menjabarkan target dan kebijakan serta langkah kerja untuk penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sampai dengan tahun 2030 sebagaimana dinyatakan dalam NDC 2023.
Penasihat Senior Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Prof Hariadi Kartodiharjo mengungkapkan bahwa sekitar 60 persen dari total target penurunan emisi nasional bertumpu pada sektor kehutanan yang memiliki luas sekitar 120 juta hektare. Sekitar 30 juta hektare di antaranya merupakan hutan alam produksi.
“Meski secara umum difungsikan sebagai area pembalakan, kawasan hutan alam produksi masih memiliki area bernilai konservasi tinggi yang dapat dipertahankan dan memberi manfaat bagi masyarakat sekitarnya,” kata Hariadi dalam diskusi Thought Leadership Forum (TLF) yang diselenggarakan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) di Jakarta pada Kamis (2/11/2023).
Lebih jauh, Hariadi menjelaskan bahwa pengelolaan hutan secara lestari dan penerapan multiusaha kehutanan bukan hanya berkontribusi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca, namun juga melindungi area bernilai konservasi tinggi dan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya.
"Itu juga dapat memberikan manfaat ekonomi tidak hanya untuk perusahaannya sendiri, namun juga masyarakat sekitar konsesi. Jadi manfaatnya sangat luas dan besar sekali," kata Hariadi.
Berbagai langkah strategis dan inovatif diperlukan untuk mendukung upaya ini di antaranya dengan penerapan pola multiusaha kehutanan di areal PBPH. PBPH berbasis multiusaha menjadi inovasi penting pengelolaan hutan dari aspek ekologi maupun sosial dan menjadi bagian strategis dari aksi mitigasi untuk mendukung FOLU Net Sink.
Salah satu inovasi yang dilakukan di areal PBPH adalah dengan menerapkan metode pembalakan rendah emisi atau Reduced Impact Logging for Climate Change Mitigation (RIL-C) yang dikembangkan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN). Direktur Program Terestrial YKAN, Ruslandi, menjelaskan bahwa pendekatan ini berpotensi mengurangi emisi karbon dari kegiatan pembalakan kayu hingga 40-50 persen dari baseline (angka performa emisi dari kegiatan pembalakan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara pada tahun 2016).
Kunci utama dari praktik RIL-C adalah menghindari penebangan pohon berlubang, mengatur arah rebah pohon, mengurangi kerusakan pohon besar karena penyaradan, dan meminimalkan luasan jalan angkut untuk mengurangi kerusakan hutan, dan artinya mengurangi emisi karbon.
"Perusahaan yang menerapkan RIL-C dapat menghitung penurunan emisi karbon yang dihasilkan dari pelaksanaan praktik pembalakan yang lebih baik,” kata Ruslandi.