Rabu 08 Nov 2023 07:46 WIB

Laju Pembiayaan Berkelanjutan di Indonesia Dinilai Masih Lambat

Transisi ekonomi beriorientasi pada pembiayaan berkelanjutan dinilai masih lambat.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Pembiayaan berkelanjutan menjadi upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi hijau di Indonesia.
Foto: www.freepik.com
Pembiayaan berkelanjutan menjadi upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi hijau di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance) merupakan paradigma keuangan yang telah menjadi sorotan utama dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia. Namun hingga saat ini, transisi ke ekonomi yang berorientasi pada pembiayaan berkelanjutan dinilai masih relatif lambat.

“Indikatornya adalah bahwa secara portofolio saat ini masih lewat green sukuk. Ruang geraknya masih sempit,” kata Peneliti Ekonomi Lingkungan sekaligus pendiri Think Policy, Andhyta Firselly Utami, dalam diskusi media di Jakarta Selatan, Selasa (7/11/2023).

Baca Juga

Andhyta menegaskan bahwa transisi ke ekonomi yang berorientasi pada pembiayaan berkelanjutan bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi yang positif dan seimbang, sekaligus menjaga lingkungan, mendukung kesejahteraan sosial, dan mempromosikan tata kelola yang baik. Dalam konteks Indonesia, negara dengan kekayaan alam dan sumber daya manusia yang melimpah, pembiayaan berkelanjutan memegang peran penting dalam memenuhi tantangan dan peluang yang dihadapi.

Sementara itu, dalam upaya mencapai pembiayaan berkelanjutan, perbankan juga memegang peran sentral. Perbankan tidak hanya sebagai penyedia dana, tetapi juga sebagai agen perubahan dalam mendorong praktik bisnis yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

“Perbankan memiliki peran dalam mendukung proyek-proyek yang berfokus pada energi terbarukan, efisiensi energi, dan tata kelola perusahaan yang baik. Peran perbankan dalam pembiayaan berkelanjutan adalah menciptakan perubahan positif yang bersifat menyeluruh dalam ekonomi,” kata dia.

Perubahan iklim juga menjadi faktor utama yang mendasari inisiatif keuangan berkelanjutan dan transisi nir-emisi (transisi menuju nol karbon). Dalam laporan World Bank bertajuk "Turn Down the Heat: Confronting the New Climate Normal", dinyatakan bahwa perubahan iklim telah menyebabkan peningkatan suhu rata-rata global, yang berdampak pada pola cuaca ekstrem, kenaikan permukaan air laut, dan berbagai ancaman bagi masyarakat dan lingkungan.

Pemahaman perubahan iklim dalam pembiayaan berkelanjutan mendorong terciptanya urgensi dalam berinvestasi dalam proyek-proyek yang dapat mengurangi dampak negatif perubahan iklim dan mempersiapkan Indonesia untuk menghadapi tantangan masa depan terkait perubahan iklim.

Di sisi lain, kemitraan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat juga dinilai penting dalam mencapai tujuan pembiayaan berkelanjutan dan transisi nir-emisi. Inovasi juga menjadi kunci dalam memecahkan masalah-masalah yang kompleks dalam pembiayaan berkelanjutan.

"Pembiayaan berkelanjutan pun membutuhkan kolaborasi lintas sektor. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau perusahaan, tetapi tanggung jawab bersama kita. Dalam konsep keuangan atau pembiayaan berkelanjutan, konsep kolaborasi ini terus didengungkan oleh semua pihak,” kata Andhyta.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement