REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konferensi perubahan iklim sering kali berkutat pada upaya pengurangan gas rumah kaca yang paling berbahaya, yaitu CO2. Namun kini, emisi perangkap panas lainnya yaitu metana, juga akan menjadi perhatian para negosiator dalam pertemuan penting COP28 di Dubai pekan depan.
Lantas apa itu metana? Metana merupakan hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas dengan rumus kimia CH4. Konsentrasi metana di udara sebetulnya sudah dapat dikontrol secara alami, tetapi karena aktivitas manusia yang menghasilkan metana maka sekarang membuat gas ini menjadi salah satu gas rumah kaca penyebab pemanasan global. Metana merupakan kontributor terbesar kedua terhadap perubahan iklim, menyumbang sekitar 16 persen dari efek pemanasan.
Metana tetap berada di atmosfer hanya sekitar 10 tahun, tetapi memiliki dampak pemanasan yang jauh lebih kuat daripada CO2. Efek pemanasannya 28 kali lebih besar daripada CO2 dalam rentang waktu 100 tahun, dan 80 kali lipat dalam rentang waktu 20 tahu.
Berapa banyak metana yang dilepaskan di atmosfer masih menjadi ketidakpastian yang signifikan, meskipun ada kemajuan dalam pemantauan emisi melalui penggunaan satelit, demikian menurut Badan Energi Internasional (IEA). Para ilmuwan juga masih bingung dengan peningkatan metana di atmosfer yang terus meningkat, dengan konsentrasi yang saat ini lebih dari dua setengah kali lebih besar dari tingkat pra-industri.
Merujuk catatan IAE, mayoritas emisi metana sekitar 60 persen, terkait dengan aktivitas manusia. Sementara sekitar 40 persennya berasal dari sumber-sumber alami, terutama lahan basah. Pertanian adalah penyebab terbesar, bertanggung jawab atas sekitar seperempat emisi.
Sebagian besar emisi metana juga besar berasal dari peternakan, dimana sapi dan domba melepaskan metana selama proses pencernaan dan kotorannya. Lalu penanaman padi, di mana sawah yang tergenang air menciptakan kondisi yang ideal bagi bakteri penghasil metana.
Sektor energi (batu bara, minyak dan gas merupakan sumber emisi metana terbesar kedua yang disebabkan oleh manusia. Metana biasanya dilepaskan dari kebocoran infrastruktur energi seperti jaringan pipa gas dan dari pelepasan yang disengaja selama pemeliharaan. Sampah rumah tangga yang dibuang juga melepaskan metana dalam jumlah besar saat terurai, jika dibiarkan membusuk di tempat pembuangan sampah.
Laporan IEA baru-baru ini memperkirakan bahwa pengurangan emisi metana yang terkait dengan sektor bahan bakar fosil secara cepat dapat mencegah kenaikan suhu bumi hingga 0,1 derajat Celcius pada pertengahan abad ini.
"Hal ini mungkin terdengar seperti pengurangan yang kecil, namun pengurangan tersebut akan memiliki dampak yang lebih besar daripada segera menghapus semua mobil dan truk di dunia dari jalan raya," ujar para penulis laporan tersebut seperti dilansir Japan Today, Selasa (28/11/2023).
Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol menyebutnya sebagai salah satu pilihan terbaik dan paling terjangkau untuk mengurangi pemanasan global. Hal ini dapat dicapai dengan memperbaiki infrastruktur yang bocor dan menghilangkan pembakaran dan ventilasi rutin selama pemeliharaan pipa.
Sebelumnya, sekitar 150 negara telah menandatangani Ikrar Metana Global pada tahun 2021, yang bertujuan untuk mengurangi emisi metana di seluruh dunia sebesar 30 persen pada tahun 2030, dibandingkan dengan tingkat emisi pada tahun 2020.
"Untuk memperlambat perubahan iklim, sangat penting bagi para pemain penting yang belum bergabung sejauh ini untuk terlibat dalam komitmen ini," ujar Gillett.
Inisiatif sukarela seperti ini juga tidak memiliki langkah-langkah yang ketat untuk meminta pertanggungjawaban negara. Para ilmuwan di EASAC telah menyerukan agar COP28 menyepakati penguatan substansial dari janji metana, dengan target pengurangan formal sekitar 60 persen di sektor energi, sejalan dengan peraturan Uni Eropa baru-baru ini.
"Jika komitmen global seperti itu terjadi pada pembicaraan iklim di Dubai akhir bulan ini, maka hal itu akan menjadi keberhasilan besar," kata ilmuwan EASAC.