REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Provinsi Aceh memusnahkan berbagai barang ilegal hasil penindakan kepabeanan dan cukai di berbagai wilayah di provinsi ujung barat Indonesia tersebut dengan nilai sekitar Rp 1,7 miliar. Pemusnahan berlangsung di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Provinsi Aceh di Banda Aceh, Senin (27/11/2023).
Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Provinsi Aceh Leni Rahmasari menyebut barang-barang ilegal itu, di antaranya 1,09 juta batang rokok ilegal, suku cadang mesin dan kendaraan bermotor, alat kesehatan, alat permainan orang dewasa, bagian senjata api, bahan makanan, obat-obatan, kosmetika, dan lainnya.
Pemusnahan itu dilakukan dengan cara menghancurkan barang-barang tersebut kemudian dibakar. Pemusnahan dilakukan agar barang-barang ilegal tersebut agar tidak dapat lagi digunakan atau disalahgunakan.
Leni mengatakan barang-barang yang dimusnahkan merupakan hasil penindakan kantor wilayah dan kantor Bea Cukai Banda Aceh serta Sabang. Nilai barang-barang ilegal yang dimusnahkan tersebut diperkirakan mencapai Rp 1,7 miliar lebih dan total perkiraan kerugian negara dari bea masuk, cukai serta pajak dalam rangka impor mencapai Rp 1,08 miliar lebih.
Dia mengatakan barang-barang ilegal yang dimusnahkan tersebut merupakan hasil penindakan dalam rentang waktu setahun terakhir, di antaranya penindakan saat operasi pasar serta pencegahan melalui pembelian secara daring dari luar negeri.
Menurut Leni, penindakan dan pemusnahan barang-barang ilegal tersebut merupakan komitmen jajaran Bea Cukai dalam melindungi masyarakat dari peredaran barang-barang dari luar negeri dan rokok ilegal. Peredaran barang ilegal tersebut merugikan keuangan negara.
"Kami berharap pemusnahan ini menjadi edukasi kepada masyarakat untuk tidak membeli barang-barang ilegal serta rokok tanpa cukai. Kami juga terus meningkatkan pengawasan terhadap masuknya barang-barang tanpa izin ke wilayah kepabeanan, khusus di Provinsi Aceh," kata Leni Rahmasari.