REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komitmen kuat dari para capres cawapres yang akan berkontestasi di Pemilu 2024 untuk mengatasi perubahan iklim dinilai sangat krusial. Namun sayangnya, solusi perubahan iklim yang ditawarkan dalam dokumen visi misi para capres dinilai hanyalah solusi palsu.
Hal itu diungkap oleh Ketua Political Working Group Greenpeace Indonesia, Khalisah Khalid. Menurut Khalisah, pasangan capres cawapres memang telah memasukkan agenda lingkungan hidup dan krisis iklim dalam dokumen yang didaftarkan ke KPU. Namun, menurut analisisnya, dokumen tersebut masih sangat normatif dan tidak tegas.
“Kami melihat para Capres dan Cawapres tidak secara tegas menyebutkan agenda keluar dari ekonomi ekstraktif (dan membangun ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan,” kata Khalisah saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (13/12/2023).
Pelabelan “solusi palsu” juga didasarkan pada tidak adanya komitmen yang kuat dari Capres Cawapres dalam penegakkan hukum terhadap kejahatan lingkungan hidup. Menurut Khalisah, semua Capres Cawapres tidak berkomitmen secara tegas untuk menindak para penjahat lingkungan hidup.
“Yang mana kita tahu pelakunya adalah korporasi skala besar yang berkelindan dengan kekuasaan dan institusi politik. Jadi kami melihat solusi-solusi dari persoalan krisis iklim yang ditawarkan adalah solusi palsu,” tegas Khalisah.
Khalisah menduga, ketidaktegasan itu dilatarbelakangi oleh keterkaitan para Capres-Cawapres dengan kepentingan oligarki dibaliknya, atau bahkan secara langsung berkelindan dengan bisnis ekstraktif (usaha untuk mengambil hasil alam secara langsung).
Sementara itu, Khalisah juga melihat bahwa masyarakat terutama generasi Z dan milenial memiliki kepedulian yang besar terhadap isu perubahan iklim. Dan berkat desakan dari publik, KPU juga telah memasukan isu lingkungan hidup dan iklim dalam debat keempat.
“Dari sini, kami menantang agar para kandidat bisa secara langsung menyampaikan visi misi dan gagasannya pada penyelesaian problem struktural lingkungan hidup dan sumber daya alam, kepada publik, termasuk aksi iklim yang ambisius untuk bisa menjaga suhu bumi di bawah 1,5 derajat celcius. Apakah mereka berani melakukan koreksi mendasar atas kebijakan ekonomi dan politik yang ekstraktif,” tegas Khalisah.