Senin 18 Dec 2023 13:39 WIB

Cuaca Panas di Musim Hujan, BMKG Nyatakan Sebagai Dampak Perubahan Iklim

Efek dari perubahan iklim terasa di wilayah tropis ditandai dengan suhu panas.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Selain faktor pemanasan global dan perubahan iklim, kondisi curah hujan yang berkurang signifikan juga dipicu oleh pola tekanan rendah selama sepekan terakhir di sekitar Utara Indonesia.
Foto: www.freepik.com
Selain faktor pemanasan global dan perubahan iklim, kondisi curah hujan yang berkurang signifikan juga dipicu oleh pola tekanan rendah selama sepekan terakhir di sekitar Utara Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memasuki musim penghujan, cuaca panas masih terasa signifikan di berbagai daerah Indonesia. Di Banten misalnya, suhu maksimum harian per 17 Desember mencapai 36,2 derajat Celsius, disusul Majalengka mencapai 36 derajat Celsius. Sementara itu di Jakarta, seperti yang diamati oleh Stasiun Meteorologi Tanah Merah, mencapai 35,2 derajat Celsius per 17 Desember.

Panasnya suhu yang terjadi di musim penghujan tersebut dinilai sebagai bagian dari efek pemanasan global dan perubahan iklim.

Baca Juga

“Memang secara gradual khususnya di wilayah tropis, efek dari pemanasan global dan perubahan iklim ini adalah naiknya temperatur secara gradual atau perlahan,” kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, saat dihubungi Republika, Senin (18/12/2023).

Ardhasena mengatakan bahwa secara keseluruhan, 2023 diklasifikasikan sebagai tahun terpanas yang pernah tercatat sepanjang sejarah Bumi. Sistem iklim Bumi yang terus memanas secara signifikan tersebut, juga dapat berpengaruh pada suhu dan cuaca di Indonesia.

Selain faktor pemanasan global dan perubahan iklim, kondisi curah hujan yang berkurang signifikan juga dipicu oleh pola tekanan rendah selama sepekan terakhir di sekitar Utara Indonesia, di antaranya sekitar Samudera Hindia dan Laut Natuna. Bahkan beberapa hari terakhir, kata Ardhasena, terdapat pola tekanan rendah yang telah meningkat menjadi siklon tropis di sekitar laut Filipina.

“Kondisi dinamika atmosfer ini secara tidak langsung dapat turut memicu berkurangnya udara basah atau potensi hujan di sebelah Selatan Ekuator, sehingga potensi awan menjadi relatif berkurang di wilayah Selatan ekuator seperti di Jawa termasuk Jabodetabek,” kata Ardhasena.

Berkurangnya curah hujan di area Jabodetabek juga terkait dengan fase suppressed Madden-Julian Oscillation (osilasi Madden Julian), yang menekan curah hujan di Indonesia bagian Tengah dan Barat.

Oleh karena itu, Ardhasena menyarankan agar masyarakat khususnya yang sering beraktivitas di luar ruangan untuk selalu mengantisipasi keadaan suhu panas yang disertai dengan kelembaban tinggi.

“Gunakan misalnya topi atau payung jika beraktivitas di luar ruangan, dan juga meningkatkan hidrasi tubuh jika banyak beraktivitas di luar ruangan,” kata Ardhasena.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement