Selasa 19 Dec 2023 16:16 WIB

Kasus DBD di Indonesia Naik 20 Persen Imbas Perubahan Iklim

Fenomena pemanasan suhu bumi menjadi pemicu naiknya kasus DBD.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia dewasa terlihat dari mikroskop.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia dewasa terlihat dari mikroskop.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan RI menyatakan bahwa El Nino memengaruhi lonjakan kasus demam berdarah (DBD) di Indonesia. Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, kasus DBD setidaknya naik 15 hingga 20 persen di tahun 2023.

“Ada peningkatan tapi hanya 15 sampai 20 persen saja,” kata Nadia saat dihubungi Republika, Selasa (19/12/2023).

Baca Juga

El Nino merupakan fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.

El Nino yang membuat suhu cuaca menjadi lebih panas membuat nyamuk dengue semakin ganas. Selain itu, menurut Nadia, fenomena El Nino membuat siklus nyamuk menjadi lebih pendek. Karenanya dia mengimbau masyarakat untuk terus waspada.

Data Kemenkes pada 27 November 2022 menunjukkan bahwa kasus DBD periode 10 tahun terakhir mulai naik setiap November, puncak kasus pada Februari, dan Maret hingga April mulai terjadi penurunan kasus. Siklus ini terjadi selama 10 tahun terakhir.

“Untuk tahun 2024, kami belum tahu ya, kita lihat musim pancaroba ini seperti apa,” jelas Nadia.

Untuk mengantisipasi lonjakan kasus DBD di Indonesia, Kemenkes melakukan beberapa strategi misalnya edukasi masyarakat untuk rutin melakukan 3M Plus. Yaitu menguras dan menyikat, menutup tempat penampungan air, dan memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas. Plusnya adalah bagaimana mencegah gigitan dan perkembangbiakan nyamuk dengue seperti menanam tumbuhan pengusir nyamuk.

“Lalu kami juga mengingatkan fasilitas kesehatan untuk melakukan pengawasan secara berkala,” ungkap Nadia.

Kemenkes juga tidak menganjurkan pemberantasan sarang nyamuk dengan fogging, sebab fogging hanya berdampak sesaat. Efeknya kadang-kadang malah merugikan kesehatan masyarakat. Fogging sangat mencemari lingkungan dan akhirnya mencemari manusia. Fogging juga dapat membuat nyamuk malah menjadi resisten dan kebal.

Cara pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah melalui vaksin dengue. Hal ini menjadi salah satu intervensi yang efektif dalam penanggulangan dengue di Indonesia. Saat ini ada dua jenis vaksin yang sudah mempunyai izin edar dari BPOM dan beredar di pasaran antara lain Dengvaxia dan vaksin Qdenga.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement