REPUBLIKA.CO.ID, ACEH BESAR -- Wacana relokasi 137 orang etnis Rohingya dari basement Balai Meuseuraya Aceh (BMA) ke gedung Palang Merah Indonesia (PMI) Aceh di Jalan Ajuen Jeumpet, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, ditolak warga setempat lantaran dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik serta merugikan masyarakat setempat. Penolakan itu muncul setelah sejumlah tokoh masyarakat, pemuda, keuchik (kepala desa), serta Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Darul Imarah dan Peukan Bada melakukan rapat koordinasi di gedung PMI Aceh pada Rabu (3/1/2024).
“Saya bawa hasil rapat hari ini adalah keputusan seluruh warga Gampong Ajuen, bahwa mereka keberatan dengan ditempatkan pengungsi Rohingya di PMI Aceh. Kami keberatan, alasan keamanan dan banyak hal lainnya,” kata Keuchik Gampong Ajuen Ferdiansyah di Aceh Besar.
Ia menjelaskan, Gampong Ajeun merupakan kawasan padat penduduk. Apabila para pengungsi tersebut tetap ditempatkan di gedung PMI Aceh maka dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak dari masyarakat sekitar lokasi, baik Kecamatan Darul Imarah maupun Peukan Bada.
“Gampong Ajuen kawasan padat penduduk, dibawa pengungsi (ke sini), saya takut ada gejolak lain nanti yang tidak bisa diprediksi. Dikhawatirkan ada seperti kejadian di tempat-tempat lain, ada demo mungkin, tapi saya tidak bisa memastikan,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Junaidi, tokoh masyarakat Gampong Ajuen, yang merasa keberatan para pengungsi Rohingya ditempat di gedung PMI Aceh. Apalagi, kata dia, selama ini penanganan Rohingya di Aceh banyak menimbulkan masalah, sehingga dikhawatirkan juga akan terjadi hal yang sama.
“Masalah itu muncul karena karakter bawaan Rohingya berbeda dengan kita, kemudian kesiapan kita dalam mengelola pengungsi belum begitu bagus, sehingga banyak masalah muncul pada Rohingya itu sendiri yang dampaknya akan melebar ke masyarakat,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, warga Gampong Ajuen menolak penempatan pengungsi Rohingya di gedung PMI Aceh, dan meminta pemerintah untuk mencari solusi lain yang tepat, yang tidak menimbulkan persoalan bagi masyarakat baik aspek sosial, maupun aspek hukum.
Selain itu, Ketua Pemuda Gampong Ajuen Reza Aulia menilai para pengungsi Rohingya itu sulit dijaga untuk tetap berada di lokasi penampungan. Warga khawatir para pengungsi dapat dengan mudah meninggalkan penampungan sehingga akan menimbulkan konflik di tengah masyarakat.
“Kami menolak para pengungsi Rohingya ditempatkan di PMI di Gampong Ajuen karena disini langsung bersinggungan dengan masyarakat. Jadi akan sangat kewalahan dari pihak masyarakat, maupun dari pihak keamanan untuk mengawasi mereka,” ujarnya.
Apalagi, kata dia, berdasarkan pengalaman dari beberapa lokasi penampungan sementara etnis Rohingya lainnya di Aceh, banyak dari para pengungsi tersebut kabur dari penampungan sehingga sangat meresahkan warga.
“Yang kita jaga adalah manusia. Begitu kita jaga di pintu A, mereka akan cari kesempatan untuk keluar dari pintu B,” ujarnya.
Sebelumnya, wacana pemindahan para pengungsi etnis Rohingya di Aceh ke gedung PMI Aceh disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. Penyataan itu muncul usai ratusan mahasiswa di Aceh menggelar aksi penolakan terhadap pengungsi Rohingya yang berada di basement gedung Balai Meuseuraya Aceh usai pendaratan di pantai Blang Ulam, Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar pada Ahad (10/12/2023) lalu.