Jumat 05 Jan 2024 16:15 WIB

Pakar: Perubahan Iklim Picu Hujan Lebat dan Badai

Perubahan iklim dikaitkan dengan cuaca ekstrem yang terjadi di seluruh dunia.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Perubahan iklim telah dikaitkan dengan beberapa cuaca ekstrem yang terjadi di seluruh dunia.
Foto: www.freepik.com
Perubahan iklim telah dikaitkan dengan beberapa cuaca ekstrem yang terjadi di seluruh dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rentetan peristiwa cuaca ekstrem di seluruh dunia tampaknya tidak pernah berakhir. Setelah musim panas yang ekstrem di utara dan kebakaran yang menghancurkan, kita dihadapkan pada peristiwa hujan yang memecahkan rekor dan banjir bandang hebat yang melanda Yunani, sebelum badai yang sama menghancurkan Libya dengan ribuan orang tewas.

Perubahan iklim telah dikaitkan dengan beberapa cuaca ekstrem yang terjadi di seluruh dunia. Namun, apakah perubahan iklim juga mendorong kejadian-kejadian ekstrem ini terjadi lebih cepat? Jawabannya? Secara umum, ya. Begini caranya.

Baca Juga

Andrew King, Dosen Senior Ilmu Iklim di University of Melbourne, menjelaskan bahwa perubahan iklim dapat menyebabkan peningkatan variabilitas curah hujan. Beberapa bagian dunia akan menjadi lebih basah, secara rata-rata, sementara yang lain akan menjadi lebih kering, sehingga meningkatkan variasi curah hujan di antara wilayah yang berbeda. Untuk Australia, sebagian besar lokasi secara umum diperkirakan akan mengalami hujan yang lebih deras, serta kekeringan yang lebih parah.

“Kita melihat curah hujan yang sangat ekstrem dalam banyak peristiwa baru-baru ini. Banjir baru-baru ini yang menenggelamkan desa-desa di Yunani disebabkan oleh hujan deras yang turun secara tiba-tiba dengan curah hujan lebih dari 500 milimeter dalam satu hari. Hong Kong dilanda hujan terberat dalam 140 tahun terakhir, membanjiri stasiun kereta bawah tanah dan mengubah jalanan menjadi sungai,” kata King seperti dilansir The Conversation, Jumat (5/1/2024).

Perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia meningkatkan kelembaban udara secara umum, naik sekitar 7 persen per derajat pemanasan global. Itu berarti, saat ini badai memiliki potensi untuk menahan dan membuang lebih banyak air.

Yang perlu diperhatikan, kata King, dampak perubahan iklim terhadap sistem cuaca yang menghasilkan hujan dapat bervariasi di setiap wilayah, yang membuat gambarannya menjadi lebih rumit. Itu berarti, misalnya, perubahan iklim dapat menyebabkan hujan yang lebih ekstrem di beberapa tempat, sementara di tempat lain mungkin hanya terjadi peningkatan hujan ekstrem yang sangat singkat dan tidak dalam jangka waktu yang lebih lama.

“Namun, kita dapat mengatakan bahwa di sebagian besar belahan dunia, kita melihat badai yang lebih kuat dan curah hujan yang ekstrem secara tiba-tiba. Hujan yang turun secara tiba-tiba dapat menyebabkan banjir bandang,” jelas dia.

Lebih banyak uap air di udara juga membantu memicu konveksi yang lebih intens, di mana massa udara hangat naik dan membentuk awan. Pada gilirannya, hal ini dapat memicu turunnya hujan yang efisien, cepat, dan intens dari badai petir. Kejadian hujan berdurasi pendek ini bisa jauh lebih besar dari yang diharapkan dari peningkatan tujuh persen kelembaban per derajat pemanasan.

Selain itu, badai juga menjadi lebih kuat dengan cepat. Pada Agustus 2023, Badai Idalia menyebabkan banjir besar di Florida. Beberapa saat setelahnya, badai Lee juga mendekati AS. Kedua badai tropis tersebut memiliki sesuatu yang aneh yaitu intensifikasi yang sangat cepat. Artinya, mereka menjadi lebih kuat dalam waktu singkat.

Menurut King, biasanya proses ini dapat meningkatkan kecepatan angin sekitar 50 kilometer per jam selama periode 24 jam untuk sebuah badai - yang juga dikenal sebagai siklon tropis dan topan. Namun, kecepatan angin Lee meningkat hingga 129 kilometer per jam selama periode tersebut. Pakar meteorologi AS, Marshall Shepherd, menjuluki fenomena ini sebagai "hiper-intensifikasi" yang dapat membahayakan pusat-pusat populasi utama.

“Siklon tropis yang meningkat dengan cepat sangat kuat dan bisa sangat berbahaya, tetapi tidak terlalu umum terjadi. Untuk memicunya, Anda membutuhkan kombinasi suhu permukaan laut yang sangat tinggi, udara lembab, dan kecepatan angin yang tidak banyak berubah seiring ketinggian,” jelas dia.

Meskipun masih jarang terjadi, intensifikasi yang cepat berpotensi semakin sering terjadi seiring dengan semakin panasnya planet ini. Hal ini karena lautan telah menyerap begitu banyak panas dan ada lebih banyak uap air di udara. Masih banyak yang harus dipelajari di sini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement