Selasa 09 Jan 2024 07:10 WIB

Ketika Negara Maju Ekspor Sampah Plastik ke Negara Miskin, Ini yang Terjadi

Para ahli menyebut tindakan ini sebagai 'kolonialisme plastik'.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Negara-negara seperti Amerika Serikat mengekspor sebagian besar sampah plastik (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Negara-negara seperti Amerika Serikat mengekspor sebagian besar sampah plastik (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Informasi yang yang dirilis kelompok pencinta lingkungan GAIA, menunjukkan bahwa ekspor plastik Amerika Serikat ke Meksiko meningkat dua kali lipat antara tahun 2019 dan 2021, menjadi 167.548 ton. Peningkatan jumlah sampah plastik yang diekspor dari Amerika Serikat ke Meksiko terjadi meskipun pada tahun 2019 terdapat perjanjian antara 187 negara yang mengatur dan membatasi perdagangan internasional sampah plastik.

Larangan tersebut mulai berlaku pada Januari 2021. Sejak perjanjian perdagangan sampah plastik tersebut, Meksiko telah menjadi negara tujuan terbesar untuk sampah plastik yang berasal dari Amerika Serikat. Organisasi lingkungan yang memantau fenomena ini menyebutnya sebagai 'plastic colonialism'.

Baca Juga

"Ini adalah bentuk dominasi atau eksploitasi lingkungan yang terjadi melalui pengiriman limbah lintas batas dari negara maju ke negara yang kurang berkembang," kata Marisa Jacott dari Common Frontiers, seperti dilansir One Green Planet, Selasa (9/1/2024).

Plastik sekali pakai mulai digunakan secara luas pada tahun 1970-an. Karena kenyamanannya, produk plastik yang dirancang untuk digunakan sekali dan kemudian dibuang, telah ada di mana-mana dalam kehidupan modern. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, sisi gelap dari barang praktis tersebut telah menjadi boomerang.

Plastik tidak dapat terurai secara alami. Hal ini membuatnya menjadi bahaya yang tidak pernah hilang. Faktanya, dunia sekarang bergulat dengan kesulitan membuang 8,3 miliar metrik ton plastik yang telah diproduksi sejak tahun 1950-an.

Mayoritas sampah plastik berakhir di tempat pembuangan akhir. Namun, strategi pembuangan ini membutuhkan satu sumber daya penting yaitu lahan. Bagi negara-negara kaya, kebutuhan ini telah mendorong ekspor plastik.

Negara-negara seperti Amerika Serikat mengekspor sebagian besar sampah plastik mereka. Negara-negara lain akan menerima limbah ini dengan biaya tertentu.

Beban untuk membuang produk plastik ini kemudian jatuh pada negara-negara yang mengimpor sampah plastik. Negara-negara ini sering kali lebih miskin dan berada di wilayah Selatan.

Mereka mungkin juga memiliki pembatasan lingkungan yang lebih longgar dalam mengatur pembuangan plastik. Siklus ekspor/impor ini memicu tingkat polusi plastik dan kontaminasi lingkungan yang lebih tinggi bagi negara-negara yang mengimpor sampah plastik. 

Para ahli telah menunjukkan bahwa siklus ini adalah bentuk rasisme lingkungan, dan menjulukinya sebagai "kolonialisme plastik" atau "kolonialisme sampah". Sampai saat ini, China mengambil sebagian besar ekspor plastik Amerika Serikat. Namun, pada tahun 2018, negara ini berhenti menerima sampah padat termasuk plastik dari negara lain. 

Secara teoritis, gangguan yang disebabkan oleh larangan ini menyebabkan meningkatnya jumlah ekspor plastik ke Meksiko oleh Amerika Serikat. Pada tahun 2021, impor sampah Meksiko dari Amerika Serikat meningkat 68 persen. 

Pada tahun 2023 Arizona sempat menyoroti ekspor plastik ke Meksiko. Sebelum Super Bowl 2023, kota di barat daya AS ini mengumumkan niatnya untuk mengirim daur ulang plastik ke fasilitas di Guadalajara, Meksiko. Di sana, sampah tersebut akan digunakan kembali dan didaur ulang menjadi kemasan makanan. Pabrik di Guadalajara dioperasikan oleh Direct Pack Incorporated. Perusahaan internasional ini juga sedang membangun fasilitas daur ulang lainnya di Mexicali, Meksiko.

Direct Pack Inc adalah salah satu dari beberapa perusahaan yang telah menerima hibah dari The Recycling Partnership. Lembaga nirlaba ini didanai dan diawasi oleh berbagai perusahaan besar, termasuk ExxonMobil, yang memproduksi plastik dan kemasan. 

Daur ulang plastik telah lama dikecam oleh para pencinta lingkungan sebagai strategi greenwashing oleh industri plastik. Hal ini karena daur ulang plastik sulit dilakukan, dan banyak jenis plastik yang hanya dapat didaur ulang sekali. Meskipun hal ini benar, sistem yang memprioritaskan daur ulang plastik dapat membantu mengurangi jumlah keseluruhan plastik yang diproduksi di dunia.

Sulitnya daur ulang plastik juga telah menimbulkan kekhawatiran tentang apa yang terjadi pada plastik impor yang tidak dapat, atau tidak didaur ulang. Seringkali, sampah plastik ini dibakar atau dibuang ke tempat pembuangan akhir. Kedua opsi ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Selain itu, juga dapat menyebabkan konsekuensi kesehatan yang merugikan bagi masyarakat setempat. Ini adalah salah satu alasan utama mengapa ekspor plastik berskala besar dari negara-negara kaya ke negara-negara miskin disebut sebagai "kolonialisme plastik". 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement