Kamis 11 Jan 2024 06:10 WIB

Bioenergi Dinilai Jadi Solusi 'Palsu' dalam Transisi Energi

Klaim netral karbon terkait bioenergi dinilai tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Implementasi bioenergi yang ada selama ini hanyalah solusi palsu dan bukan solusi bagi transisi energi.
Foto: www.freepik.com
Implementasi bioenergi yang ada selama ini hanyalah solusi palsu dan bukan solusi bagi transisi energi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sektor energi menyumbang 34,49 persen emisi gas rumah kaca yang dihasilkan Indonesia. Pengurangan emisi di sektor energi perlu dicapai, termasuk melalui transisi energi dengan mengembangkan bioenergi. Berpotensi menyumbang 57 gigawatt, bioenergi telah menjadi salah satu andalan pemerintah Indonesia termasuk para pasangan calon presiden dalam mencapai target bauran energi baru terbarukan (EBT).

Namun sayangnya, menurut pengamatan Trend Asia, implementasi bioenergi yang ada selama ini hanyalah solusi palsu dan bukan solusi bagi transisi energi. Trend Asia secara khusus menyoroti implementasi bioenergi melalui co-firing (pembakaran bersama) biomassa pelet kayu dan batu bara di PLTU, dimana baru-baru ini pemerintah mengklaim berhasil mereduksi emisi hingga 1,05 juta ton CO2e melalui co-firing di 43 PLTU hingga akhir tahun 2023.

Baca Juga

Dan menurut perhitungan Trend Asia, klaim netral karbon ini sebetulnya keliru karena pembakaran satu juta ton biomassa justru menghasilkan emisi gas rumah kaca sebesar 1,7 juta ton emisi setara karbon.

“Jadi menurut pengamatan kami dari apa yang telah terjadi, bioenergi itu hanyalah solusi palsu. Karena klaim-klaim netral karbon itu tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan menurut perhitungan kami, rencana pemerintah untuk melakukan cofiring di 52 PLTU hingga tahun 2025 justru akan menghasilkan surplus emisi gas rumah kaca sebesar 26,48 juta ton emisi karbon,” kata Manager Program Bioenergi Trend Asia, Amalya Reza Oktaviani dalam webinar tentang Bioenergi pada Rabu (10/1/2024).