REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota komite penyelenggara KTT Iklim PBB atau Conference of Parties ke-29 (COP29) di Azerbaijan pada Desember mendatang, akan terdiri atas 28 orang pria dan tidak ada wanita. Informasi ini diumumkan langsung oleh Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev.
Keputusan ini dinilai sangat regresif oleh kelompok kampanye She Changes Climate, yang mengatakan bahwa perubahan iklim mempengaruhi seluruh elemen masyarakat, bukan hanya segelintir pihak. Keputusan Azerbaijan juga sangat kontras dengan penyelenggaraan COP28 di Uni Emirat Arab yang memiliki 63 persen anggota komite perempuan.
Menurut keterangan pemerintah Azerbaijan, semua anggota komite COP29 adalah menteri atau pejabat pemerintah, termasuk kepala dinas keamanan negara. Kepala jaringan distribusi gas negara Azerbaijan juga berada dalam komite tersebut.
“Komite ini merupakan langkah kemunduran dalam perjalanan menuju kesetaraan gender di bidang iklim; meskipun masih ada waktu untuk melakukan perubahan. Kami mendesak representasi yang setara dalam tata kelola pembicaraan iklim tahun ini, karena perubahan iklim mempengaruhi seluruh dunia, bukan separuhnya,” kata She Changes Climate dalam sebuah pernyataan seperti dilansir The Guardian, Selasa (16/1/2024).
Untuk tahun kedua berturut-turut, pembicaraan iklim PBB yang paling penting akan diselenggarakan oleh petro-state yang sangat bergantung pada produksi bahan bakar fosil. Presiden COP29 yang ditunjuk, yang akan bertanggung jawab untuk menyatukan negara-negara dalam mendorong aksi iklim, adalah Mukhtar Babayev, menteri ekologi dan sumber daya alam.
Babayev sebelumnya menghabiskan 26 tahun bekerja di Perusahaan Minyak Negara Republik Azerbaijan (Socar). Azerbaijan berencana untuk meningkatkan produksi bahan bakar fosilnya hingga sepertiga selama dekade berikutnya.
"Kami sekali lagi meminta adanya firewall antara industri bahan bakar fosil dan kepresidenan Cop karena integritas lingkungan masih menjadi perhatian kami dan banyak organisasi masyarakat sipil," ujar She Changes Climate.
Para ilmuwan mengatakan bahwa penurunan pembakaran bahan bakar fosil yang cepat sangat penting untuk menghindari dampak terburuk dari krisis iklim dan tahun 2023 merupakan tahun terpanas dalam catatan dengan selisih yang sangat besar.
Presiden COP28 adalah Sultan Al Jaber, yang juga merupakan kepala eksekutif perusahaan minyak negara UEA (Adnoc) yang menimbulkan tuduhan adanya konflik kepentingan. Komentar Al Jaber yang bernada marah saat berbincang dengan Mary Robinson, ketua kelompok negarawan Elders, di acara She Changes Climate menyebabkan kegemparan di COP28.
Al Jaber mengatakan bahwa hingga kini belum ada kajian ilmiah yang menunjukkan bahwa penghentian penggunaan bahan bakar fosil diperlukan untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri. “Dan bahwa penghentian tersebut tidak akan memungkinkan pembangunan berkelanjutan, kecuali jika Anda ingin membawa dunia kembali ke dalam gua,” kata Jaber saat itu.
COP28 menghasilkan kesepakatan untuk beralih dari bahan bakar fosil, yang merupakan pertama kalinya penyebab krisis iklim disebutkan dalam teks keputusan. Setelah COP28, Al Jaber mengatakan bahwa ia akan melanjutkan ekspansi produksi minyak dan gas perusahaannya.