REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun 2023 mencatatkan rekor ekspansi energi terbarukan dengan hampir 50 persen lebih banyak pembangunan pembangkit listrik tenaga surya, angin, dan sumber energi bersih lainnya dibandingkan tahun 2022, demikian menurut laporan dari Badan Energi Internasional (IEA). Namun capaian ini dinilai masih jauh dari yang dibutuhkan untuk mencapai net-zero pada pertengahan abad ini dan membatasi perubahan iklim.
"Ketika saya melihat angka-angkanya, ini jelas memberikan efek yang wow. Ekspansi energi terbarukan pada tahun 2023 mencapai lebih dari 500 gigawatt,” ujar direktur eksekutif IEA Fatih Birol seperti dilansir New Scientist, Selasa (15/1/2024).
Di bawah kebijakan-kebijakan yang ada, IEA memproyeksikan bahwa energi terbarukan akan mengambil alih batu bara untuk menjadi bagian terbesar dari listrik dunia pada tahun 2025. Pada akhir dekade ini, IEA memperkirakan bahwa kapasitas energi terbarukan akan meningkat 2,5 kali lipat. "Ini adalah berita yang sangat bagus," kata Birol.
Angka tersebut merupakan peningkatan substansial dari proyeksi yang dibuat menjelang konferensi iklim COP28 yang diadakan di Dubai pada Desember 2023. Sebagai contoh, sebuah laporan dari lembaga thinktank energi Inggris, Ember, yang diterbitkan pada bulan November tahun lalu menemukan bahwa dunia berada di jalur yang tepat untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan pada akhir dekade ini.