REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Teknik dan Lingkungan Minyak dan Gas Bumi Mirza Mahendra menjelaskan salah satu manfaat dari adanya kebijakan Carbon Capture Storage (CCS) yang dikembangkan Indonesia saat ini membuat hubungan bilateral Indonesia khususnya dalam bidang ekonomi lebih luas lagi.
"Dengan adanya aturan ini, maka tidak hanya bisa dimanfaatkan oleh industri migas yang beroperasi dalam negeri saja. Industri lain yang ada di luar juga bisa mengurangi CO2-nya dengan injeksi ke sumur untuk CCS-nya ini," kata Mirza di Kantor Dirjen Migas, Selasa (16/1/2024).
Tak harus perusahaan yang ada di dalam negeri, dalam aturan CCS yang saat ini masih dalam proses pembahasan juga membuka peluang bagi negara negara yang ingin menginjeksikan CO2 nya ke sumur. "Dari luar negeri bisa dibawa ke Indonesia. Namun memang harus ada kesepakatan G to G. Ini memperluas partner," kata Mirza.
Berdasarkan Roadmap IEA untuk NZE 2050 di sektor energi, teknologi CCUS akan berkontribusi lebih dari 10 persen dari kumulatif pengurangan emisi global pada 2050. Sedangkan untuk Asia Tenggara, untuk menjaga agar tujuan Paris Agreement dapat tercapai, kebutuhan CCS/CCUS di Asia Tenggara mencapai 35 juta CO2 pada tahun 2030 dan lebih dari 200 juta tCO2 pada 2050.
Indonesia memiliki banyak lapangan migas dengan kandungan CO2 tinggi. Saat ini terdapat 15 kegiatan CCS/CCUS di Indonesia yang masih dalam tahap studi/persiapan. Namun, sebagian besar ditargetkan onstream sebelum 2030.