REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhammad Hafil, Jurnalis Republika
Dulu ketika saya masih tinggal di Kota Padang, saya mendengar sebuah ungkapan dari seseorang di jalan, ketika melihat dua orang yang sedang bersitegang. Orang yang bersitegang ini disebabkan oleh kecelakaan ringan yang tidak sampai menyebabkan luka apalagi korban jiwa.
Ungkapan ini bermula saat salah satu dari yang bersitegang itu melontarkan pernyataan:
"Cakak awak lah (Kita berkelahi saja)."
Namun orang yang melihat pertengkaran ini menegur sambil menasihati:
"Eeh itu dak karajo Nabi, doh (Itu bukan pekerjaan Nabi/Tidak dilakukan Nabi)!"
"Rancak wak ba iyo-iyo, ambiak kato mupakaik (Sebaiknya kita bicarakan baik-baik masalah ini dan cari jalan keluarnya)!"tambah orang tersebut.
Mereka pun semua menepi dari jalan, dan saya melihat mereka duduk bersama. Setelah itu, masing-masing saling bersalaman saling bermaaf-maafan dan bubarlah setelah itu. Tidak ada kata-kata kasar apalagi ancam-mengancam setelah itu.
Saya yakin di daerah lain, bukan hanya di Padang atau Sumbar, melihat peristiwa konflik yang bisa diselesaikan dengan musyawarah dan tidak berujung pertikaian fisik. Tapi ungkapan seseorang di Padang itu membuat saya terkesan.
Sebenarnya, ketika orang yang saya ceritakan itu mengucapkan kata "Eeh itu dak karajo Nabi, doh!" saya tersenyum geli dalam hati. Saya berpikir, apa urusannya masalah ini dengan mengait-ngaitkannya kepada Nabi Muhammad.
"Orang ini pasti sedang bercanda,"gumam saya waktu itu.
Namun, saya rasa ungkapan itu banyak benarnya. Apalagi belakangan saya insyaf bahwa ungkapan itu sejalan dengan sabda-sabda Nabi tentang pengendalian emosi ketika kita sedang bersinggungan dengan orang lain.
Misal, dalam hadits, Rasulullah SAW juga bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، قال: "لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرُعة، وَلَكِنَّ الشَّدِيدَ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ".
Artinya: "Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW yang telah bersabda: Orang yang kuat itu bukanlah karena jago gulat, tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan dirinya di kala sedang marah." (HR Bukhari dan Muslim).
Nabi Muhammad SAW juga telah mengajarkan umatnya untuk mengendalikan emosi dan marah. Misalnya Nabi mengajarkan ketika seseorang sedang marah, diperintahkan untuk:
Diam
"Apabila seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam." (HR Ahmad dan Bukhari).
Duduk
"Jika salah seorang dari kalian marah dan dia sedang berdiri maka hendaklah dia duduk. Jika amarahnya belum mereda maka hendak dia mbaringkan dirinya." (HR Abu Daud)
Wudhu
”Sesungguhnya amarah itu datang dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu.” (HR Abu Daud).
Membaca taawudz
“Jika seseorang dalam keadaan marah, maka ucapkan, ‘a’udzu billah (Aku meminta perlindungan kepada Allah)’, maka redamlah amarahnya.” (HR As-Sahmi).
Inilah ajaran-ajaran luhur yang diajarkan oleh Nabi Muhammad kepada umatnya ketika sedang marah. Tidak ada ajaran Nabi yang malah menyuruh seseorang untuk benar-benar melampiaskan emosinya ketika marah.
Karena, jika emosi kita saat marah tidak dikendalikan, bisa berujung sangat fatal. Bahkan, bisa berujung kepada pembunuhan.
Belakangan ini, sejumlah peristiwa pembunuhan tragis terjadi. Bukan karena dipicu perampokan atau tindakan membela diri, tapi lebih kepada menyalurkan emosi semata.
Semisal, ada peristiwa duel perkelahian di Madura. Atau duel maut pelajar di Sukabumi. Semuanya berujung kepada kematian.
Sementara itu, pembunuhan dalam Islam sangat besar dosanya. Apalagi dilakukan secara sengaja.
Dalam HR Bukhari dan Muslim, Abu Bakrah Nafiq bin Al Harits berkata, Rasulullah SAW bersabda:
إذا التقى المسلمانِ بسيفَيْهما فالقاتل والمقتول في النار” قلت: يا رسول الله هذا القاتِل فما بالُ المقتول؟ قال: “إنّه كان حريصًا على قتل صاحبه
"Bila dua pihak Muslim bertemu (saling berbunuhan) dengan pedang mereka, maka yang membunuh dan yang dibunuh masuk neraka". Aku bertanya, "Ya Rasulullah SAW, wajar masuk neraka bagi yang membunuh, tetapi bagaimana dengan yang dibunuh?"
Beliau SAW menjawab, "Yang dibunuh masuk neraka juga karena dia pun berkeinginan untuk membunuh lawannya."
Larangan Islam menghilangkan nyawa manusia telah disebutkan di dalam ayat Alquran dan hadis di atas. Intinya, tidak ada yang berhak menentukan hidup dan matinya seseorang kecuali Allah Yang Maha Kuasa. Orang yang berani malakukan pembunuhan, berati dia memosisikan dirinya sebagai Tuhan.
Karena itu, sedari awal kita harus mengendalikan emosi dan nafsu kita. Kedepankan dialog dan bicara baik-baik ketika menghadapi konflik. Ini agar kita tidak terjerumus dalam peristiwa yang berujung fatal tersebut. Ingat, Balasan tidak hanya menanti kita di akhirat, tetapi juga ada hukuman di dunia.
Wallahualam bishawab