REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Statistik Nasional Inggris mencatat bahwa gelombang panas terkait dengan kematian 4.500 orang di Inggris pada tahun 2022. Kini, anggota parlemen Inggris memperingatkan bahwa angka kematian tahunan tersebut dapat meningkat menjadi 10 ribu pada tahun 2050, jika tidak ada intervensi yang berarti.
“Bahaya ada di sini. Ini adalah bahaya yang nyata, dan akan datang kepada kita dengan cepat. Semakin lama kita menundanya, semakin besar risiko yang akan kita hadapi,” kata ketua komite dari Partai Konservatif, Philip Dunne, seperti dilansir Sky News, Sabtu (3/2/2024).
Suhu panas yang ekstrem meningkatkan tekanan darah dan detak jantung, meningkatkan risiko penyakit atau kematian yang disebabkan oleh dehidrasi dan sengatan panas. Mereka yang berusia di atas 65 tahun, dan yang memiliki penyakit bawaan serta adalah kelompok yang paling berisiko dari gelombang panas.
Komite juga menemukan bukti bahwa risiko bunuh diri di Inggris dua kali lebih tinggi ketika suhu mencapai 32 derajat Celcius, daripada 22 derajat Celcius. Laporan tersebut merekomendasikan agar Met Office memberi nama gelombang panas dengan cara yang sama seperti badai untuk membantu meningkatkan kesadaran akan ancaman tersebut.
Para ahli perubahan iklim setuju bahwa persepsi publik harus segera diubah.
"Jelas sekali bahwa Inggris masih menganggap dirinya sebagai negara yang dingin, dan merayakan musim panas dengan pergi ke pantai dan makan es krim. Padahal sebenarnya ini adalah peristiwa cuaca ekstrem yang menyebabkan ribuan kematian," ujar Bob Ward, Direktur Kebijakan di London School of Economics Grantham Research Institute.
Rekomendasi lainnya termasuk membuat lebih banyak taman dan infrastruktur hijau. Hal ini dianggap sangat penting di daerah perkotaan, seperti London, yang dapat mencapai 8 derajat Celcius lebih panas dari daerah sekitarnya.
Komite ini juga menyerukan strategi nasional untuk memperbaiki rumah dan kantor dengan langkah-langkah pendinginan pasif, seperti external shutters, untuk membantu menyelamatkan nyawa dan meningkatkan produktivitas.
"Masalah yang kita hadapi dengan panas terutama karena kita memiliki rumah dan kantor yang tidak dirancang dengan baik untuk mengatasinya. Kebanyakan orang yang meninggal karena gelombang panas, meninggal di rumah yang terlalu panas. Sebagian besar orang yang kurang produktif dalam cuaca panas berada di kantor yang kepanasan,” kata Ward.
Sementara itu, seorang juru bicara pemerintah mengatakan bahwa pemerintah telah menetapkan rencana lima tahun yang kuat untuk merespons dampak perubahan iklim dan memperkuat ketahanan nasional, dengan tindakan untuk meningkatkan infrastruktur, mempromosikan ekonomi yang lebih hijau dan menjaga produksi pangan.
"Kami adalah negara pertama yang berhasil mengurangi separuh emisi. Dan kami telah mengambil langkah-langkah untuk mengelola risiko perubahan iklim, dengan sistem peringatan baru untuk memperingatkan masyarakat akan gelombang panas,” kata juru bicara tersebut.