REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- China sudah tidak asing lagi dengan arsitektur kontemporer yang mengejutkan atau terkesan menyimpang dari akal sehat, mulai dari bangunan menyerupai tapal kuda dengan lampu LED di Huzhou hingga teapot yang menyala di Wuxi. Namun pada tahun 2016, Dewan Negara Tiongkok mengeluarkan pedoman yang melarang pembangunan bangunan aneh yang tidak memiliki karakter atau warisan budaya, sehingga mengalihkan fokus mereka ke ekonomi, hijau dan indah.
Rencana yang baru saja diumumkan untuk Liuzhou Forest City, yang dirancang oleh perusahaan Italia Stefano Boeri Architetti untuk dibangun di China selatan, tampaknya sesuai dengan rencana. Kawasan seluas 342 hektar ini akan terdiri dari lebih dari 70 bangunan -termasuk rumah, rumah sakit, hotel, sekolah dan kantor- yang semuanya akan ditumbuhi 40 ribu pohon dan hampir satu juta tanaman. Pada akhirnya, hingga 30 ribu orang dapat menyebut Forest City sebagai rumah mereka.
“Ini adalah eksperimen pertama dari lingkungan perkotaan yang benar-benar berupaya menemukan keseimbangan dengan alam,” kata pimpinan perusahaan Stefano Boeri seperti dilansir CNN, Selasa (6/2/2024).
Pohon dan tanaman itu diperkirakan dapat menyerap hampir 10 ribu ton karbon dioksida dan 57 ton polutan per tahun, serta menghasilkan 900 ton oksigen per tahun, sekaligus menurunkan suhu udara dan menyediakan habitat baru bagi satwa liar yang terlantar. Panel surya di atap akan mengumpulkan energi terbarukan untuk menyalakan bangunan, sementara energi panas bumi akan menggerakkan pendingin ruangan, menambah daya tarik ramah lingkungan dari proyek ini.
Di bawah pepohonan, bentuk bangunan yang melengkung akan menyalurkan apa yang disebut Boeri sebagai “puitika arsitektur” menjadi “tempat di mana alam mengalir.”
Proyek ini merupakan kelanjutan dari proyek Vertical Forest karya Stefano Boeri Architetti, dua menara hunian di Milan yang ditutupi oleh hutan seluas lima hektar. Selesai dibangun pada tahun 2014, kedua menara ini menghilangkan 15 hingga 17,5 ton jelaga dari udara setiap tahunnya, menurut Boeri, sehingga memenuhi ekspektasi timnya.
“Kami mulai membayangkan apakah mungkin untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang tercipta dari banyak hutan vertikal ini. Dan China, memberikan latar belakang yang sempurna untuk proyek ambisius tersebut,” kata Boeri.
“Kita telah melihat apa yang terjadi (dalam hal polusi) di Beijing dan Shanghai, namun pada saat yang sama, China harus membangun kota-kota untuk mengakomodasi populasinya. Memang benar, pemerintah China berencana memindahkan dua juta orang dari desa-desa terpencil ke kota pada tahun 2020 dalam upaya mengentaskan kemiskinan di pedesaan, dan sebagai wujud modernisasi,” tambah dia.
Meskipun Biro Perencanaan Kota Liuzhou telah menyetujui rencana tersebut, penyelesaian proyek tersebut masih jauh. Konstruksi dimulai pada tahun 2020, Boeri mengatakan bahwa masih banyak perencanaan dan penelitian yang diperlukan sebelum tanggal penyelesaian yang diproyeksikan dapat ditetapkan. Namun, dia tetap optimis terhadap proyek ini dan yakin akan tujuannya.
“Saya benar-benar berpikir bahwa menghadirkan hutan ke dalam kota adalah salah satu cara untuk mengurangi perubahan iklim,” kata dia.