REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Uni Eropa dilaporkan akan meningkatkan upaya diplomatik guna membantu negara-negara di luar blok meluncurkan pasar karbon. Ini diharapkan bisa mendorong perdagangan internasional untuk emisi CO2.
Sistem Perdagangan Emisi Uni Eropa (ETS), yang mengharuskan pembangkit-pembangkit listrik dan industri-industri di Eropa membayar untuk setiap metrik ton CO2 yang mereka hasilkan, adalah pasar karbon terbesar di dunia berdasarkan nilai yang diperdagangkan. Bernilai sekitar 751 miliar euro pada tahun lalu.
Kepala kebijakan iklim Uni Eropa, Wopke Hoekstra, mengatakan bahwa mendorong negara-negara di luar Uni Eropa untuk meluncurkan skema yang sama, harus menjadi prioritas untuk mengatasi perubahan iklim di tahun-tahun mendatang.
"Kami akan memulai upaya yang signifikan untuk membantu negara-negara yang memiliki keinginan untuk sesuatu yang mirip dengan ETS, atau mungkin sedikit berbeda dalam desainnya. Kami akan melihat lebih banyak pasar karbon dan pada akhirnya kita juga perlu menghubungkan pasar-pasar karbon tersebut," ujar Hoekstra seperti dilansir Reuters, Sabtu (17/2/2024).
Komisi Eropa berencana untuk meluncurkan sebuah gugus tugas yang menawarkan untuk mengerahkan staf untuk membantu meluncurkan pasar-pasar karbon. Di luar Uni Eropa, Cina, California dan Inggris sudah memiliki pasar karbon yang berfungsi.
Namun, dengan adanya perbedaan di antara skema-skema tersebut - dalam hal harga CO2, desain, atau sektor-sektor yang tercakup - hanya sedikit kemajuan yang telah dibuat untuk menghubungkan mereka dan memungkinkan emisi CO2 diperdagangkan antar negara.
Uni Eropa telah membuat gusar beberapa negara dengan rencananya untuk menambahkan dimensi internasional pada kebijakan penetapan harga karbonnya, dengan memberlakukan pungutan karbon pertama di dunia pada impor barang termasuk baja dan semen mulai tahun 2026.
Brussels mengatakan bahwa impor dari negara-negara yang memiliki kebijakan harga karbon yang sebanding dengan kebijakan Eropa dapat mengurangi kewajiban mereka di bawah pungutan tersebut. Menurut Uni Eropa, ini diperlukan untuk membuat produsen asing sejajar dengan industri lokal yang harus membeli izin dari pasar karbon Uni Eropa saat mereka melakukan polusi.
Hoekstra mengatakan bahwa beberapa "keributan" mengenai retribusi perbatasan karbon Uni Eropa (CBAM) merupakan upaya untuk membuat Uni Eropa bersikap defensive. Namun ia mengatakan bahwa negara-negara sedang bersiap untuk beradaptasi dengan kebijakan tersebut.