REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ishmah Qurratu’ain, Analis Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS)
Infrastruktur ekosistem ekonomi dan keuangan syariah adalah salah satu hal mendasar dalam mendorong pengembangan ekonomi nasional menuju Indonesia Emas 2045. Hal ini tertuang dalam Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, yaitu penguatan ekonomi dan keuangan syariah dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional melalui penguatan regulasi, kelembagaan, serta infrastruktur pendukung.
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) selaku lembaga think tank pengembangan ekonomi syariah telah menyusun Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) 2019-2024 sebagai acuan strategis terkait ekonomi syariah Indonesia. Dalam MEKSI terdapat enam strategi dasar yang menjadi ekosistem pendukung pencapaian visi Indonesia yang Mandiri, Makmur dan Madani dengan Menjadi Pusat Ekonomi Syariah Terkemuka Dunia, yaitu (1) penguatan regulasi dan tata kelola, (2) pengembangan kapasitas riset dan pengembangan; (3) peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia; dan (4) peningkatan kesadaran dan literasi publik.
Regulasi dan Tata Kelola
“Negara Indonesia adalah negara hukum” merupakan sebuah pernyataan yang tertuang secara eksplisit dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Pernyataan ini memiliki arti bahwa segala aspek kehidupan di Indonesia harus didasarkan pada peraturan berupa perundang-undangan serta turunannya yang ditegakkan secara adil dan mengikat.
Peraturan terkait ekonomi syariah di Indonesia sudah cukup banyak dibandingkan negara lain, tetapi peraturan-peraturan ini masih bersifat parsial dan sporadis. Peraturan-peraturan tersebut juga umumnya dibuat untuk merespon kebutuhan pelaku industri sehingga menyebabkan adanya kesenjangan atau kekosongan dalam kerangka regulasi ekonomi syariah.
Belum harmonisnya pengaturan terkait ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia merupakan salah satu tantangan terbesar dalam pengembangan infrastruktur ekosistem syariah, khususnya pada aspek hukum. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat kegiatan lintas sektor sudah semakin meningkat dan memerlukan hukum positif sebagai dasar pelaksanaan kegiatan. Terlebih jika muncul sengketa, maka dibutuhkan Lembaga Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah seperti Lembaga Kepailitan Syariah dan Arbitrase Syariah yang sampai sekarang masih belum diatur secara spesifik.
Dalam dua dekade terakhir, Indonesia telah menerbitkan beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur aktivitas terkait ekonomi dan keuangan syariah. Namun demikian, belum ada satupun peraturan perundang-undangan yang mengatur seluruh aspek terkait secara komprehensif.
Sebagai upaya menanggulangi hal tersebut, KNEKS bersama dengan berbagai pemangku kepentingan telah mendorong penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekonomi Syariah sebagai payung dan kerangka hukum yang komprehensif. Pada pertengahan tahun 2022, RUU Ekonomi Syariah telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2023. Namun sayangnya perkembangan RUU Ekonomi Syariah tersebut belum lagi terdengar kelanjutannya.
Adapun sebagai langkah berikutnya, KNEKS tengah mendorong RUU Pengembangan Ekonomi Syariah yang disusun secara lebih lengkap, terperinci, dan terintegrasi. RUU ini diharapkan dapat menjadi payung yang memberikan kepastian hukum dalam memfasilitasi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah secara adil, efisien, dan berkelanjutan.
Riset dan Pengembangan
Secara umum riset ekonomi dan keuangan syariah Indonesia mengalami kemajuan, khususnya di bidang pengembangan industri halal. Sementara itu, dari tahun ke tahun publikasi jurnal internasional terindeks Scopus masih didominasi oleh sektor perbankan syariah, meskipun publikasi terkait industri halal juga sudah mulai menyusul. Prestasi Indonesia di tingkat global juga cukup baik, yaitu sebagai peringkat kedua Islamic Finance Development Report 2022 pada bidang penelitian.
Riset dan inovasi merupakan pondasi penting yang menjadi solusi utama dari berbagai tantangan dalam mencapai visi Indonesia sebagai pusat halal dunia. Adapun salah satu tantangan terbesar saat ini adalah penggunaan bahan baku dan bahan penolong industri yang masih banyak diperoleh melalui impor.
Berdasarkan hasil FGD KNEKS dengan ITB, impor bahan baku makanan mencapai sekitar 80% dan bahan baku obat-obatan hampir mencapai 90%. Ketergantungan impor ini, terutama pada produk makanan, farmasi, dan kosmetik memiliki risiko pada jaminan halalnya (halal assurance). Dalam rangka mengatasi tantangan tersebut, KNEKS telah menyusun 2 Kerangka Riset Sains Halal Nasional, yaitu Kerangka Bahan Substitusi Non-Halal dan Kerangka Teknologi Autentikasi Halal 4.0.
Kerangka Bahan Substitusi Non-Halal memetakan riset strategis terkait pengembangan bahan baku halal dalam negeri. Hal ini bertujuan mendorong munculnya inovasi bernilai tambah tinggi yang dapat meningkatkan daya saing industri manufaktur Indonesia di pasar internasional. Adapun Kerangka Teknologi Autentikasi Halal 4.0 disusun untuk menjawab tantangan riset bidang teknologi pengujian bahan kritis halal di sektor makanan, minuman, farmasi, dan kosmetika.
Di samping itu, KNEKS juga menyusun Kerangka Riset Terapan Nasional Sektor Ekonomi dan Keuangan Syariah 2021-2024. Kerangka ini memetakan topik-topik riset yang dibutuhkan pelaku ekonomi syariah seperti sektor industri halal, lembaga keuangan syariah, lembaga filantropi Islam, dan lembaga keuangan mikro syariah. Tujuannya untuk memberikan nilai tambah terhadap aktivitas ekonomi syariah, baik dari perspektif ekonomis maupun syariah.
Untuk mendukung peningkatan riset dan inovasi ekonomi syariah, pada tahun 2023 Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendirikan Kawasan Sains Kurnaen Sumadiharga sebagai fasilitas riset dan inovasi produk halal berbasis maritim nasional di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Selain itu, BRIN juga telah memiliki 3 fasilitas riset deteksi produk pangan halal yang terletak di Cibinong, Bogor; Serpong, Tangerang; dan Gunungkidul, Yogyakarta.
BRIN juga telah menyusun Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2017-2024. Rencana induk ini bertujuan menyelaraskan kebutuhan riset jangka panjang yang sejalan dengan arah perencanaan pembangunan nasional terkait ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bidang prioritas RIRN meliputi pangan-pertanian, energi, kesehatan-obat, transportasi, teknologi informasi, pertahanan, material maju, kemaritiman, kebencanaan dan sosial-humaniora. Riset ekonomi syariah terkait bidang prioritas RIRN diantaranya adalah farmasi halal, pangan halal, pariwisata bahari halal dan kebencanaan.
Lebih lanjut, dalam mendukung riset dan inovasi, tak terkecuali di sektor ekonomi dan keuangan syariah, pemerintah memberikan insentif super tax deduction sebagai pengurang penghasilan bruto hingga 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan. Melalui hal ini diharapkan lembaga dan pusat riset swasta dapat semakin terlibat dalam usaha pengembangan riset dan inovasi, termasuk di bidang ekonomi dan keuangan syariah.