Kamis 22 Feb 2024 00:35 WIB

Curah Hujan Rendah, Polusi dan Kekeringan di Italia Kian Parah

Tingkat kabut asap di Italia sudah tidak lagi bisa ditoleransi.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Penurunan curah hujan di seluruh Italia telah memperburuk polusi dan memicu kekeringan.
Foto: Foxnews
Penurunan curah hujan di seluruh Italia telah memperburuk polusi dan memicu kekeringan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penurunan curah hujan di seluruh Italia telah memperburuk polusi dan memicu kekeringan. Milan kini diselimuti kabut asap tebal, begitupun produksi anggur menurun drastis di Piedmont akibat kekeringan.

Mobil-mobil yang menggunakan bahan bakar gas telah dilarang melintas pada Selasa di jalan raya Milan dan delapan kota lainnya. Pelarangan ini dilakukan setelah kawasan industri Italia utara mencatat tingkat polusi partikel yang tinggi yang berbahaya bagi kesehatan.

Baca Juga

"Tingkat kabut asap sudah tidak dapat ditolerir," kata Sergio, seorang warga berusia 60 tahun, yang telah tinggal di sekitar Milan selama 36 tahun terakhir, seperti dilansir Phys, Kamis (22/2/2024).

Menurut kelompok lingkungan hidup Italia, Legambiente, tingginya tingkat polusi ini disebabkan oleh tiga faktor yakni emisi transportasi jalan raya, pemanasan rumah dan sektor pertanian.

Pakar Legambiente, Andrea Minutolo, mengatakan bahwa tingginya tingkat polusi udara di bulan Februari bukanlah sebuah kebetulan. Menurut dia, itu terkait dengan dicabutnya larangan penyemprotan limbah selama sebulan di wilayah tersebut.

Sebagian dari masalah Lombardy adalah masalah geografis, kota ini terletak di sebuah cekungan di antara pegunungan, yang berarti memiliki ventilasi yang buruk. Namun, para pegiat udara bersih mengatakan bahwa kondisi ini terlalu sering dijadikan alasan oleh pihak berwenang atas tingginya polusi udara. Tingkat partikulat yang tinggi juga tercatat di ibu kota, Roma.

Daerah-daerah di seluruh Italia mengalami kekeringan atau kekurangan curah hujan yang parah. Tingkat salju menurun di Pegunungan Alpen dan Apennines.

Ekuivalen air salju di Italia (jumlah air yang tersimpan dalam tumpukan salju) turun 64 persen bulan ini dibandingkan dengan tahun sebelumnya, menurut CIMA Research Foundation. Kurangnya curah hujan juga memperparah situasi yang sudah sulit, menyusul gelombang panas tahun lalu yang menurunkan tingkat waduk dan meningkatkan konsumsi air.

Sisilia mengumumkan bencana alam karena kekeringan awal bulan ini, sementara di pulau Sardinia, para petani dibatasi dalam hal jumlah air yang dapat mereka gunakan. Level reservoir di sana turun 23 persen dibandingkan dengan rata-rata selama 14 tahun terakhir.

Wilayah selatan Puglia dan Basilicata juga mengalami hal yang sama, dengan asosiasi petani Coldiretti memperingatkan akhir pekan ini bahwa suhu yang hangat telah membangunkan ribuan lebah lebih awal dari tidur musim dingin mereka.

Hal ini mengancam penyerbukan beberapa tanaman karena lebah tidak sinkron dengan periode pembungaan tanaman tempat mereka mengumpulkan serbuk sari.

Sementara itu, Piedmont di barat laut meminta kementerian pertanian untuk mendeklarasikan bencana alam karena kekeringan ekstrem terjadi di wilayah tersebut. Kekeringan telah mempengaruhi kebun-kebun anggur dan menyebabkan penurunan produksi anggur yang signifikan.

Para ahli mengatakan bahwa perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia meningkatkan intensitas dan frekuensi kejadian cuaca ekstrem, seperti gelombang panas, kekeringan, dan kebakaran hutan.

Emisi yang memanaskan planet, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil, telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Para ilmuwan mengatakan bahwa emisi tersebut harus turun hampir setengahnya dalam dekade ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement