Jumat 23 Feb 2024 19:34 WIB

Keadilan Iklim atau Climate Justice dalam Industri Bangunan

Untuk mencapai Zero Carbon harus memprioritaskan keadilan dalam ranah kontruksi.

Rima Ginanjar, Arsitek Spesialis Zero Carbon
Foto: Dok Pribadi/Instagram
Rima Ginanjar, Arsitek Spesialis Zero Carbon

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rima Ginanjar, Arsitek Spesialis Zero Carbon

Saat ini dunia sedang berjuang untuk menuju Zero Carbon, untuk mencegah kenaikan suhu global. Pendekatan transformatif ini tidak cukup dengan pengurangan jejak karbon, tetapi industri konstruksi memiliki peran krusial, yaitu memimpin gerakan menuju keadilan iklim atau “climate justice”. Untuk mencapai Zero Carbon kita juga harus memprioritaskan keadilan, inklusivitas, dan ketahanan dalam ranah konstruksi.

Dalam konteks keadilan iklim perlu diperhatikan perubahan iklim yang dampaknnya tidak merata. Alhasil sering kali komunitas yang kurang mampu memiliki risiko yang lebih tinggi karena memiliki sumber daya yang terbatas saat menghadapi krisis. Karena itu, keadilan iklim menekankan perlunya memastikan solusi untuk mengatasi perubahan iklim tidak hanya memperkuat ketahanan lingkungan, tetapi juga memperhatikan faktor-faktor sosial, ekonomi, dan budaya agar tidak meninggallkan kelompok yang rentan.

Pada inti keadilan iklim terletak inklusivitas. Ini menuntut proses pengambilan keputusan dalam sektor konstruksi yang bersifat kolaboratif, beragam, dan mewakili berbagai sudut pandang. Praktis inklusif ini memastikan semua pemangku kepentingan, tanpa memandang status sosial ekonomi didengar.

Pendekatan ini memastikan manfaat pembangunan berkelanjutan tidak meninggalkan komunitas yang rentan. Ketahanan iklim menjadi landasan dalam perjuangan keadilan iklim.

Perubahan iklim membawa dampak frekuensi dan intensitas yang meningkat dari peristiwa cuaca ekstrem, membuatnya penting untuk membangun bangunan yang dapat bertahan menghadapi tantangan ini. Struktur yang tangguh tidak hanya melindungi dari dampak fisik tetapi juga melindungi komunitas rentan dari akibat buruk kondisi cuaca. Melalui praktik konstruksi yang tangguh, kita bisa memperkuat komunitas kita dari efek buruk perubahan iklim.

Contohnya di daerah yang mementingkan sustainability bisa membangun rumah untuk kelompok yang tidak mampu. Bangunan ini bisa terbuat dari bahan material yang rendah karbon seperti bambu atau bata interlock yang dapat menghemat 30 persen biaya bangunan.

Bangunan ini bisa dibuat seperti rumah panggung, layaknya rumah daerah nenek moyang kita, hingga strukturnya bisa tahan gempa dan juga terlindungi dari banjir. Atapnya selain bisa menangkap air hujan, juga didesain teduh agar tidak terkena hujan dan panas matahari. Desain yang bisa dibilang sederhana, tetapi bila diaplikasikan bisa menjadi pemberdayaan masyarakat tidak mampu.

Interkoneksi antara keadilan iklim dan konstruksi yang tangguh adalah tempat dimana kita tidak hanya meningkatkan kemampuan struktur untuk bertahan dari bencana alam, tetapi juga berkontribusi pada prinsip-prinsip keadilan iklim. Di mana bangunan sustainable bukan diaplikasikan di bangunan pencakar langit saja, tetapi dirasakan juga untuk masyarakat kurang mampu. Komunitas rentan lebih baik dilindungi, dan manfaat konstruksi berkelanjutan menjadi lebih teraplikasikan secara adil.

Keadilan iklim ini adalah seruan untuk bertindak mendorong industri untuk memprioritaskan keadilan, inklusivitas, dan ketahanan. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip ini, kita bisa membangun tidak hanya bangunan tetapi masyarakat yang berkembang harmonis dengan lingkungan, mewujudkan masa depan yang sustainable untuk semua.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement