REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak berwenang di Kazakhstan telah menjatuhkan denda sebesar 780 ribu dolar AS (sekitar Rp 12,1 miliar) kepada sebuah perusahaan minyak, yang bertanggung jawab atas salah satu kebocoran metana terburuk yang pernah terjadi setelah kebakaran yang berkepanjangan di salah satu ladang minyaknya tahun lalu.
Buzachi Neft, sebuah perusahaan minyak swasta, mengalami kebakaran selama berbulan-bulan di Karaturun, barat daya Kazakhstan, saat melakukan pengeboran di sumur eksplorasi pada tahun 2023. Kebakaran tersebut berlangsung dari 9 Juni hingga 25 Desember, dan menyebabkan salah satu emisi metana terbesar dalam sejarah, dengan konsentrasi yang melebihi tingkat yang diizinkan sebanyak 480 kali. Demikian menurut analisis dari departemen ekologi pemerintah daerah Mangystau.
Dalam sebuah unggahan di Facebook, departemen tersebut mengatakan bahwa mereka telah melakukan inspeksi mendadak ke lokasi tersebut pada bulan Januari, sebulan setelah api berhasil dipadamkan. Hasilnya, terungkap bahwa perusahaan melanggar undang-undang lingkungan.
Metana merupakan gas rumah kaca yang berbahaya dan 80 kali lebih kuat dalam mendorong krisis iklim dibandingkan karbon dioksida dalam 20 tahun setelah dilepaskan. Gas ini bertanggung jawab atas hampir sepertiga kenaikan suhu global sejak era industri, menurut Badan Energi Internasional (IEA).
Kebocoran metana pertama kali diselidiki tahun lalu oleh perusahaan geoanalitik Prancis, Kayrros, yang menghasilkan citra satelit yang menunjukkan awan metana yang naik dari ladang minyak.
Menanggapi putusan tersebut, Antoine Halff, salah satu pendiri dan kepala analis di Kayrros, menegaskan bahwa denda tersebut tidak setimpal dengan dampak yang dihasilkan. Namun bagaimanapun, ia menganggap denda tersebut menjadi kabar yang menggembirakan.
“Dulu, perusahaan yang bertanggung jawab atas kebocoran metana bisa mengelak dari tanggung jawab atau bahkan menyangkal bahwa kebocoran telah terjadi. Oleh karenanya, denda ini, meskipun nilainya tidak sepadan, sangat layak untuk dirayakan," kata Halff seperti dilansir Independent, Sabtu (24/2/2024).
Pengumuman denda dari pihak berwenang Kazakhstan muncul, setelah analisis pra-cetak oleh tim peneliti dari Prancis, Spanyol, dan Belanda menunjukkan sekitar 127 ribu ton gas berbahaya dilepaskan selama kebocoran, melampaui emisi dari semua kecelakaan yang dilaporkan sebelumnya. BBC pertama kali melaporkan temuan ini sebagai bagian dari investigasinya.
Jumlah metana tersebut setara dengan emisi dari 791.318 mobil bertenaga bensin yang dikendarai selama satu tahun, menurut kalkulator situs web Badan Perlindungan Lingkungan, kata laporan itu.
"Hanya sabotase Nord Stream yang mungkin menyebabkan kebocoran yang lebih kuat," kata Luis Guanter dari Universitas Politeknik Valencia, kepada BBC.
Meskipun penelitian ini telah dirilis, perusahaan terus menyangkal skala kebocoran, dan mengatakan bahwa hanya ada sejumlah kecil gas yang dilepaskan. Mereka mengklaim hanya uap air yang bocor ke atmosfer, membentuk gumpalan putih besar yang terlihat dari angkasa.
"Kami telah menangani situasi ini secara bertanggung jawab," kata wakil direktur perusahaan untuk pengembangan strategis, Daniyar Duisembayev, kepada BBC pekan lalu.
Klaim perusahaan tersebut telah dibantah oleh para ahli yang menyelidiki kebocoran tersebut. "Tidak mungkin para ahli salah mengira uap air sebagai metana,” kata Kayrros kepada Bloomberg pada saat itu.
Kebocoran metana rahasia dari lokasi pengeboran minyak telah membuang berton-ton gas rumah kaca berbahaya ke atmosfer di seluruh dunia, dari Amerika Serikat hingga Turkmenistan, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa. Metana adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau, sehingga sulit untuk melacak kebocorannya. Namun, data satelit dalam beberapa tahun terakhir telah mampu menemukan kebocoran rahasia tersebut.
Upaya-upaya yang lebih besar sedang dilakukan untuk menargetkan polusi metana di seluruh dunia, termasuk meminta perusahaan minyak dan gas, yang merupakan sumber emisi metana terbesar, bertanggung jawab atas kebocoran yang terjadi.
Lebih dari 150 negara, termasuk Kazakhstan, telah menandatangani Ikrar Metana Global pada KTT iklim COP28 tahun lalu, sebuah perjanjian sukarela yang bertujuan untuk memangkas emisi metana sebesar 30 persen pada tahun 2030.