REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk mendukung program Carbon Capture Storage (CCS), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan angka Potensi Penyimpanan Karbon Nasional Tahun 2024. Potensinya sebesar 572 miliar ton CO2 pada saline aquifer, dan sebesar 4,85 miliar ton CO2 pada depleted oil and gas reservoir. Potensi penyimpanan yang besar tersebut akan cukup signifikan dalam mendukung target penurunan emisi jangka panjang.
"Perhitungan potensi penyimpanan karbon pada saline aquifer sekitar 572 miliar ton itu skalanya 'cekungan migas'. Kalau perhitungan potensi pada depleted oil and gas reservoir sekitar 4,85 miliar ton itu skalanya sudah 'lapangan migas'," ungkap Kepala Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Ariana Soemanto, beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut Ariana menjelaskan, potensi penyimpanan karbon pada saline aquifer sebesar 572 miliar ton CO2 dilakukan melalui perhitungan dengan kriteria, antara lain potensi berada pada cekungan migas yang telah berproduksi, kedalaman 800-2.500 meter, ketebalan lebih dari 20 meter, porositas lebih dari 20 persen, permeabilitas lebih dari 100 mD, dan salinitas air formasi lebih dari 10.000 ppm.
Potensi penyimpanan karbon pada saline aquifer sebesar 572 miliar ton merupakan high level assessment untuk kepentingan strategis. Selanjutnya, untuk meningkatkan keyakinan atas potensi tersebut perlu dilakukan berbagai aktivitas migas lebih lanjut antara lain seismik, studi/pemodelan geologi geofisika reservoir, pemboran, rencana pengembangan lapangan termasuk studi keekonomian.
Ariana pun menegaskan bahwa kesiapan Indonesia dalam program dekarbonisasi melalui CCS dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) cukup progresif.
"Terkait CCS dan CCUS, regulasi mulai dari Peraturan Presiden, Peraturan Menteri ESDM, hingga Pedoman tata kerja sudah ada. Peta Potensi penyimpanan karbon juga sudah ada. Selain itu, sebagaimana diketahui implementasi proyek yang paling dekat yaitu Proyek CCUS Tangguh dengan target selesai tahun 2026," tambahnya.