REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jerman akan merevisi undang-undang penyimpanan karbon dioksida untuk mengizinkan penangkapan dan penyimpanan CO2 di bawah laut untuk beberapa sektor industri tertentu, seiring dengan target negara menjadi netral karbon pada tahun 2045. Hal ini diungkap oleh Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck.
Penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) merupakan teknologi yang diklaim bisa menghilangkan karbon dioksida dari atmosfer yang dihasilkan oleh proses-proses industri, atau menangkapnya pada titik emisi dan menyimpannya di bawah tanah.
Di Jerman, penggunaan CCS telah dibatasi penggunaannya. Akan tetapi, karena pencemar CO2 terbesar di Eropa kemungkinan besar akan gagal mencapai target iklimnya, Berlin telah mempertimbangkan kembali CCS, dengan memperkirakan kebutuhan untuk menangkap antara 34 juta hingga 73 juta ton per tahun pada tahun 2045.
Menurut Habeck, di bawah perubahan undang-undang yang baru, pengangkutan CO2 dan penyimpanannya di area sub-dasar laut akan diizinkan, dengan pengecualian zona laut yang dilindungi. Penyimpanan karbon di daratan akan tetap dilarang kecuali negara bagian meminta Berlin untuk mengizinkannya.
"Teknologinya aman, CO2 tetap berada di dalam tanah, dan kedua, waktunya sudah habis," ujar menteri dalam sebuah konferensi pers yang mempresentasikan strategi manajemen karbon pemerintah.
Strategi ini akan menjadi dasar bagi rancangan undang-undang untuk mengubah undang-undang penyimpanan karbon negara tersebut dan menciptakan kerangka hukum yang jelas untuk pengembangan infrastruktur pipa CO2.
Sebelum mengekspor CO2 ke luar negeri, Berlin perlu meratifikasi klausul dalam perjanjian internasional London Protocol mengenai ekspor limbah lintas batas, yang telah diamandemen oleh para pihak yang menandatangani perjanjian pada tahun 2009, untuk mengizinkan pengangkutan CO2 untuk penyimpanan di bawah dasar laut.
“Berlin harus menandatangani amandemen London Protocol untuk memungkinkan ekspor CO2 ke luar negeri dan akan mulai menjajaki lokasi-lokasi penyimpanan lepas pantai di Jerman,” demikian ungkap kementerian ekonomi seperti dilansir Reuters, Rabu (28/2/2024).
Secara geologis, Jerman memiliki sekitar 1,5 miliar hingga 8,3 miliar ton kapasitas penyimpanan CO2 di bawah Laut Utara dan dapat menyimpan hingga 20 juta ton per tahun.
Industri padat CO2 yang tidak dapat dialiri listrik, seperti semen dan kapur, akan menjadi salah satu sektor yang diuntungkan. Adapun pembangkit listrik tenaga gas dan biomassa juga dapat menggunakan teknologi ini namun tidak akan disubsidi, menurut strategi tersebut.
Kelompok-kelompok lingkungan mengkritik strategi ini, dengan mengatakan bahwa teknologi ini mahal dan tidak berkelanjutan. Menurut mereka, dengan mengizinkan CCS untuk sektor pembangkit listrik, maka hanya akan membuka pintu bagi kelanjutan model bisnis bahan bakar fosil.
"Kami menyerukan kepada kabinet federal dan Bundestag (majelis rendah parlemen) untuk tidak menyetujui proposal ini," kata Direktur Pelaksana Deutsche Umwelthilfe Sascha Mueller-Kraenner mengatakan dalam sebuah pernyataan.