REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi menemukan bahwa orang-orang lebih rentan terkena infeksi saluran cerna pada hari-hari yang panas dan lembab. Studi yang dilakukan peneliti dari University of Surrey ini menunjukkan, perubahan iklim dan pemanasan global dapat meningkatkan kasus penyakit diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri campylobacter.
"Informasi ini sangat berharga, karena penyakit seperti campylobacteriosis tidak hanya menyebabkan ketidaknyamanan pada individu, tetapi juga memiliki dampak sosial yang sangat besar. Karena orang-orang yang sakit tidak bisa bekerja, dan memberikan tekanan ekstra pada pelayanan kesehatan di seluruh dunia," kata penulis utama studi sekaligus epidemiolog Dr Gianni Lo lacono seperti dilansir US News, Jumat (1/3/2024).
Campylobacteriosis biasanya disebabkan oleh konsumsi makanan atau air yang tercemar, dan dapat menyebabkan sakit perut dan diare yang berlangsung berhari-hari. Meskipun sebagian besar penyakit ini ringan, infeksi dapat berakibat fatal pada anak kecil, lansia, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang terganggu.
Dalam studi baru ini, tim Surrey menganalisis data lebih dari 1 juta kasus campylobacteriosis yang terjadi di Inggris dan Wales selama 20 tahun. Mereka menemukan bahwa ketika suhu di bawah 46 derajat Fahrenheit (7,8 derajat Celcius), tingkat penyakit campylobacteriosis tetap stabil.
“Tetapi kasus infeksi mulai meningkat dengan setiap kenaikan suhu 9 derajat di atas 46 derajat Fahrenheit. Selain itu, kasus-kasus mulai meningkat ketika kelembapan mencapai tingkat antara 75 dan 80 persen,” kata dia.
Ketika hari-hari musim panas diperpanjang hingga melebihi 10 jam, kasus Campylobacteriosis juga meningkat. Demikian menurut studi yang dipublikasikan di jurnal PLOS Computational Biology.
"Apa yang kami temukan adalah bahwa peningkatan suhu, kelembaban dan peningkatan panjang hari berhubungan dengan penyebaran campylobacteriosis. Kami tidak sepenuhnya memahami mengapa hal ini bisa terjadi. Bisa jadi cuaca yang hangat meningkatkan kelangsungan hidup dan penyebaran bakteri patogen, atau bisa juga karena perilaku masyarakat dan bagaimana mereka bersosialisasi selama periode tersebut,” kata Lo Iacono.
Yang jelas, kata dia, perubahan iklim tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga berpotensi berdampak negatif pada kesehatan masyarakat dengan membantu penyebaran penyakit menular.