REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Ahli Utama dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Amir Hamidy, mengungkapkan dampak yang signifikan dari perubahan iklim terhadap beragam spesies, terutama yang terkait dengan air.
"Spesies-spesies yang hidup di lingkungan air menjadi salah satu yang pertama merasakan dampak dari perubahan iklim," kata Amir dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu (2/3/2024).
Amir memberikan contoh beberapa spesies katak, yang merupakan bioindikator yang sangat baik untuk ketersediaan air. Salah satunya adalah katak merah, atau dalam bahasa Latinnya disebut sebagai Leptophryne cruentata, yang hanya ditemukan di daerah Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.
Melalui hasil pemantauan selama 40 tahun, dilakukan oleh para peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan lembaga terkait, terlihat bahwa distribusi katak merah tersebut mengalami penurunan, menjauhi ketinggian yang biasanya mereka tempati. Hal ini dikaitkan dengan perubahan suhu yang terjadi di daerah tersebut, serta perubahan siklus reproduksi yang berdampak pada waktu berkembangbiaknya katak merah.
"Imbasnya bagaimana? Ada spesies yang bisa survive, ada spesies yang tidak bisa survive. Yang khawatir itu adalah ketika spesies-spesies ini tidak bisa survive dengan perubahan iklim yang sangat ekstrem," kata Amir.
Amir menjelaskan bahwa imbas dari perubahan ini adalah adanya spesies-spesies yang mampu bertahan dan beradaptasi dengan perubahan iklim, namun ada juga yang tidak mampu bertahan, terutama saat terjadi perubahan iklim secara ekstrem. Sebagai contoh, perubahan siklus air akan berdampak langsung pada perilaku reproduksi spesies-spesies tersebut.
Contoh nyata dari dampak perubahan iklim terhadap spesies adalah penurunan populasi katak Panama di berbagai belahan dunia akibat kenaikan suhu dan perubahan lingkungan lainnya. Amir juga mengamati secara langsung perubahan perilaku katak ketika suhu turun secara signifikan, yang menunjukkan perbedaan metabolisme yang signifikan antara spesies yang berdarah panas dan berdarah dingin.
"Ada perubahan yang saya amati dari perilaku katak ketika suhu itu turun empat derajat. Jadi benar-benar secara fisiologi mungkin karena kita manusia adalah berdarah panas. Jadi, metabolism kita ini stabil. Tapi bagi fauna-fauna yang berdarah dingin, itu langsung drop metabolismenya. Jika suhunya melebihi toleransi dia, dia akan mati. Sama halnya ketika panas," ungkap dia.
Oleh karena itu, pemahaman akan dampak perubahan iklim terhadap spesies-spesies ini sangat penting untuk upaya konservasi dan perlindungan biodiversitas. Langkah-langkah mitigasi yang tepat perlu dilakukan untuk meminimalkan dampak negatifnya terhadap ekosistem dan kehidupan berbagai spesies di bumi ini.