REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menyatakan bahwa saat ini El Nino mulai melemah. Namun, fenomena cuaca tersebut akan mendorong suhu rata-rata global tetap tinggi.
El Nino adalah fenomena cuaca alami yang terkait dengan terganggunya pola angin yang menyebabkan suhu permukaan laut menjadi lebih hangat di Pasifik bagian timur dan tengah. El Nino, yang terjadi rata-rata setiap dua sampai tujuh tahun, biasanya berlangsung selama sembilan hingga 12 bulan dan dapat memicu fenomena cuaca ekstrem seperti kebakaran hutan, topan tropis, dan kekeringan yang berkepanjangan.
Juru bicara WMO Claire Nullis mengatakan El Nino telah mencapai puncaknya pada bulan Desember dan akan tercatat sebagai salah satu dari lima El Nino terkuat dalam sejarah.
"Sekarang ini secara bertahap melemah, tetapi jelas akan terus berdampak pada iklim global dalam beberapa bulan mendatang," kata Nullis seperti dilansir Reuters, Kamis (7/3/2024).
"Kami memperkirakan suhu di atas normal dalam beberapa bulan mendatang, antara bulan Maret dan Mei, dan secara keseluruhan di sebagian besar wilayah daratan," tambah dia.
Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo mengatakan bahwa El Nino turut berkontribusi pada rekor suhu pada 2023. Setiap bulan sejak Juni 2023 telah mencetak rekor suhu bulanan baru, dan tahun 2023 sejauh ini merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat.
"El Nino telah berkontribusi pada rekor suhu ini, tetapi gas rumah kaca yang memerangkap panas jelas merupakan penyebab utamanya," kata Saulo.
WMO mengatakan bahwa ada sekitar 60 persen kemungkinan El Nino akan bertahan dari bulan Maret sampai Mei dan 80 persen kemungkinan kondisi netral, baik El Nino maupun La Nina, pada bulan April sampai Juni.
"Ada kemungkinan La Nina - pola cuaca yang ditandai dengan suhu yang sangat dingin di Samudra Pasifik - berkembang di akhir tahun, tetapi kemungkinannya masih belum pasti," kata WMO.