Senin 18 Mar 2024 21:21 WIB

Dampak El Nino, Bengaluru India Alami Kekeringan Ekstrem

Bengaluru India mulai alami krisis air bersih berkepanjangan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Warga India mengalami kekeringan (ilustrasi).
Foto: EPA
Warga India mengalami kekeringan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bhavani Mani Muthuvel dan sembilan anggota keluarganya memiliki sekitar lima ember air berukuran 20 liter selama sepekan untuk memasak, membersihkan rumah dan pekerjaan rumah tangga.

"Dari mandi, menggunakan toilet, dan mencuci pakaian, semuanya kami lakukan secara bergantian Hanya itu satu-satunya air yang mampu kami beli,” kata Muthuvel.

Baca Juga

Sebagai penduduk Ambedkar Nagar, sebuah pemukiman berpenghasilan rendah yang berada di bawah bayang-bayang kantor pusat dari berbagai perusahaan software global di lingkungan Whitefield, Bengaluru, Muthuvel biasanya bergantung pada air ledeng yang bersumber dari air tanah. Tetapi air tersebut mengering. Ia mengatakan bahwa ini merupakan krisis air terburuk yang pernah ia alami selama 40 tahun tinggal di wilayah tersebut.

Bengaluru di India selatan mengalami bulan Februari dan Maret yang sangat panas, dan dalam beberapa tahun terakhir, kota ini hanya menerima sedikit curah hujan yang disebabkan oleh perubahan iklim. Tingkat air menjadi sangat rendah, terutama di daerah-daerah yang lebih miskin, sehingga mengakibatkan tingginya biaya air dengan pasokan yang kian menipis.

Otoritas pemerintah kota dan negara bagian berusaha mengendalikan masalah ini dengan langkah-langkah darurat seperti menasionalisasi kapal tanker air dan membatasi biaya air. Namun, para pakar air dan banyak penduduk khawatir kondisi terburuk masih akan terjadi pada bulan April dan Mei, saat matahari musim panas mencapai puncaknya.

Shashank Palur, seorang pakar hidrologi dari lembaga think tank Water, Environment, Land and Livelihood Labs mengatakan bahwa krisis ini sudah lama terjadi.

"Bengaluru merupakan salah satu kota dengan pertumbuhan tercepat di dunia dan infrastruktur untuk pasokan air bersih tidak mampu mengimbangi pertumbuhan populasi," kata Palur seperti dilansir AP, Senin (18/3/2024).

Air tanah, yang diandalkan oleh lebih dari sepertiga dari 13 juta penduduk kota ini, dengan cepat habis. Pemerintah kota mengatakan bahwa 6.900 dari 13.900 sumur bor yang dibor di kota ini telah kering meskipun beberapa di antaranya dibor hingga kedalaman 457 meter. Mereka yang bergantung pada air tanah, seperti Muthuvel, kini harus bergantung pada tanker air yang memompa air dari desa-desa terdekat.

Palur mengatakan bahwa El Nino serta curah hujan yang lebih rendah dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan pengisian ulang permukaan air tanah tidak terjadi seperti yang diharapkan. Pasokan air ledeng baru dari Sungai Cauvery yang berjarak sekitar 100 kilometer dari kota juga belum selesai dibangun, sehingga menambah krisis, katanya.

Kekhawatiran lain adalah bahwa permukaan beraspal menutupi hampir 90 persen dari kota ini, mencegah air hujan meresap ke bawah tanah dan tersimpan di dalam tanah. Menurut TV Ramachanda, ilmuwan di Centre for Ecological Sciences di Bengaluru India, mengatakan bahwa kota ini telah kehilangan hampir 70 persen tutupan hijaunya dalam 50 tahun terakhir.

Ramachandra juga membandingkan kekurangan air di kota ini dengan krisis air "day zero" di Cape Town, Afrika Selatan, tahun 2018, ketika kota tersebut nyaris mematikan sebagian besar keran air karena kekeringan.

Pemerintah India memperkirakan bahwa lebih dari 40 persen penduduk Bengaluru tidak akan memiliki akses ke air minum pada akhir dekade ini. Hanya mereka yang menerima air ledeng dari sungai-sungai di luar Bengaluru yang masih mendapatkan pasokan reguler.

"Saat ini, semua orang mengebor sumur-sumur bor di zona penyangga danau. Itu bukanlah solusi," kata Ramachandra.

Ia mengatakan bahwa kota ini seharusnya fokus untuk mengisi lebih dari 200 danau yang tersebar di seluruh kota, menghentikan pembangunan baru di area danau, mendorong pengumpulan air hujan dan meningkatkan tutupan hijau di seluruh kota.

"Hanya dengan melakukan hal ini, kita dapat menyelesaikan masalah air di kota ini," katanya.

Palur menambahkan bahwa mengidentifikasi sumber-sumber lain dan menggunakannya secara cerdas, misalnya dengan menggunakan kembali air limbah yang telah diolah juga dapat membantu masalah kekurangan air.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement