REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Kasmita Widodo mendorong pemerintah agar melakukan percepatan penetapan luas hutan adat di Indonesia.
Saat ini hutan adat sudah mencapai 244.195 hektare yang berada di 131 wilayah adat. "Ini juga perlu perhatian kita semua dan juga pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera melakukan upaya percepatan dan perluasan verifikasi hutan adat," kata Kepala BRWA Kasmita Widodo dalam konferensi pers daring dari Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Secara khusus dia meminta agar KLHK segera melakukan percepatan. Hal itu mengingat sudah banyak data yang masuk ke pemerintah terkait usulan wilayah hutan adat.
Menurut data KLHK, dalam periode 2016 hingga 2023 telah dikeluarkan 131 SK hutan adat tersebar di 18 provinsi dan 40 kabupaten dengan total luas sekitar 244.195 hektare. SK hutan adat itu melibatkan 76.079 Kepala Keluarga (KK).
Pada 2023 terdapat tambahan 23 hutan adat seluas 90.873 hektare dengan luas indikatif 836.141 hektare tersebar pada 16 provinsi.
BRWA menganalisis di lahan wilayah adat terdapat 13,4 juta hektare hutan primer dan 6,6 juta hektare kawasan hutan sekunder. Potensi luas hutan adat menurut BRWA adalah 1,3 juta hektare untuk Pulau Sumatera, 8,4 juta hektare di wilayah Kalimantan, 1,2 juta hektare di Sulawesi, 271 ribu di wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Sementara di Maluku berpotensi mencakup 199 ribu hektare dan 11,3 juta hektare di Papua.
BRWA telah meregistrasi 28,2 juta hektare wilayah adat terdiri dari 1.425 peta wilayah adat yang tersebar di 33 provinsi dan 161 kabupaten/kota. Sementara baru 3,9 juta hektare yang sudah mendapat pengakuan dari penetapan oleh kebijakan pemerintah daerah (pemda).
Dalam kesempatan itu Deputi II Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bidang Advokasi dan Politik Erasmus Cahyadi menyebut pemerintah pusat perlu bergerak lebih cepat untuk mendorong penetapan wilayah adat dan hutan adat.
"Menurut saya pemerintah pusat itu kalah cepat dari pemerintah daerah, dia tidak mampu merespons kecepatan pemerintah-pemerintah daerah dalam menerbitkan pengakuan," katanya.