Rabu 27 Mar 2024 14:36 WIB

Es Laut Antartika Terus Berkurang, Mendekati Titik Terendah dalam Sejarah

Es laut Antartika alami terus mengalami penurunan pada 2024.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Es laut di bagian atas dan bawah planet ini terus mengalami penurunan pada tahun 2024.
Foto: AP
Es laut di bagian atas dan bawah planet ini terus mengalami penurunan pada tahun 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Es laut di bagian atas dan bawah planet ini terus mengalami penurunan pada tahun 2024. Di perairan sekitar Antartika, tutupan es menurun hingga mendekati titik terendah dalam sejarah selama tiga tahun berturut-turut.

Penurunan yang terus terjadi ini mengisyaratkan pergeseran jangka panjang pada kondisi di Samudra Selatan, yang kemungkinan besar diakibatkan oleh perubahan iklim global, demikian menurut para ilmuwan di NASA dan National Snow and Ice Data Center. Sementara itu, tren penyusutan dan penipisan es di Samudra Arktik selama 46 tahun tidak menunjukkan tanda-tanda akan berbalik.

Baca Juga

"Es laut bertindak seperti penyangga antara lautan dan atmosfer. Es laut mencegah sebagian besar pertukaran panas dan uap air dari lautan yang relatif hangat ke atmosfer di atasnya,” kata ilmuwan es dari Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA, Linette Boisvert, seperti dilansir Phys, Rabu (27/3/2024).

Berkurangnya tutupan es memungkinkan lautan menghangatkan atmosfer di atas kutub, yang menyebabkan lebih banyak es mencair akibat kenaikan suhu.

Secara historis, luas lautan es yang mengelilingi benua Antartika telah berfluktuasi secara dramatis dari tahun ke tahun, sementara rata-rata selama beberapa dekade relatif stabil. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, lapisan es laut di sekitar Antartika telah menurun drastis.

"Pada tahun 2016, kami melihat apa yang oleh sebagian orang disebut sebagai pergeseran rezim. Cakupan es laut Antartika menurun dan sebagian besar tetap lebih rendah dari biasanya. Selama tujuh tahun terakhir, kita telah mengalami tiga kali rekor terendah,” kata ilmuwan es laut dari National Snow and Ice Data Center di University of Colorado, Walt Meier.

Tahun ini, es laut Antartika mencapai tingkat terendah tahunannya pada tanggal 20 Februari dengan luas total 1,99 juta kilometer persegi. Angka tersebut 30 persen di bawah rata-rata akhir musim panas tahun 1981 hingga 2010. Perbedaan dalam lapisan es ini mencakup area seluas Texas. Luas es laut didefinisikan sebagai total area lautan di mana fraksi lapisan es setidaknya 15 persen.

Jumlah minimum tahun ini sama dengan Februari 2022 untuk cakupan es terendah kedua di sekitar Antartika dan mendekati titik terendah sepanjang masa pada 2023 sebesar 1,79 juta kilometer persegi. Dengan pencairan es terbaru, tahun ini menandai rata-rata tiga tahun terendah untuk cakupan es yang diamati di sekitar benua Antartika selama lebih dari empat dekade.

Perubahan tersebut diamati dalam data yang dikumpulkan dengan sensor gelombang mikro di atas satelit Nimbus-7, yang dioperasikan bersama oleh NASA dan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), bersama dengan satelit-satelit dalam Program Satelit Meteorologi Pertahanan.

Sementara itu, di belahan bumi lain, tutupan es musim dingin maksimum di Samudra Arktik konsisten dengan penurunan yang terus berlangsung selama 46 tahun. Citra satelit mengungkapkan bahwa total area Samudra Arktik yang tertutup es laut mencapai 15,65 juta kilometer persegi pada tanggal 14 Maret. Jumlah tersebut 640 ribu kilometer persegi lebih sedikit daripada rata-rata antara tahun 1981 dan 2010. Secara keseluruhan, cakupan es musim dingin maksimum di Kutub Utara telah berkurang dengan luas area yang setara luas Alaska sejak tahun 1979.

Maksimum es Arktik tahun ini adalah yang terendah ke-14 dalam catatan. Pola cuaca yang kompleks membuat sulit untuk memprediksi apa yang akan terjadi pada tahun tertentu.

“Menyusutnya es membuat Bumi lebih rentan terhadap pemanasan matahari. Es laut dan salju di atasnya sangat reflektif. Di musim panas, jika kita memiliki lebih banyak es laut, es laut memantulkan radiasi matahari dan membantu menjaga planet ini tetap dingin,” kata Boisvert.

Di sisi lain, lautan yang terekspos lebih gelap dan mudah menyerap radiasi matahari, menangkap dan menahan energi tersebut dan pada akhirnya berkontribusi pada pemanasan di lautan dan atmosfer planet ini.

Es laut di sekitar kutub lebih rentan terhadap cuaca daripada belasan tahun yang lalu. Pengukuran ketebalan es yang dilakukan dengan altimeter laser di atas satelit ICESat-2 milik NASA menunjukkan bahwa lebih sedikit es yang berhasil bertahan selama bulan-bulan yang hangat. Ini berarti es baru harus terbentuk dari awal setiap tahun, bukannya menumpuk di atas es lama untuk membuat lapisan yang lebih tebal. Es yang lebih tipis, pada gilirannya, lebih rentan mencair daripada akumulasi beberapa tahun.

"Diperkirakan dalam beberapa dekade, kita akan mengalami musim panas yang pada dasarnya bebas dari es," kata Boisvert, dengan cakupan es yang berkurang di bawah 1 juta kilometer persegi dan sebagian besar Samudra Arktik terpapar sinar matahari yang memanas.

Masih terlalu dini untuk mengetahui apakah penyusutan es laut di Kutub Selatan baru-baru ini menunjukkan perubahan jangka panjang dan bukan fluktuasi statistik, tetapi Meier percaya bahwa penyusutan jangka panjang tidak dapat dihindari.

"Ini hanya masalah waktu. Setelah enam, tujuh, delapan tahun, hal ini mulai terlihat seperti mungkin akan terjadi. Ini hanya masalah apakah ada cukup data untuk memastikannya,” kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement