REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah laporan terbaru yang dari lembaga think tank InfluenceMap mengungkap bahwa hanya 57 perusahaan dan negara yang bertanggung jawab atas 80 persen emisi CO2 dunia dari bahan bakar fosil dan semen selama tujuh tahun terakhir. Temuan ini menunjukkan bahwa target net zero yang ditetapkan oleh perjanjian perubahan iklim Paris pada tahun 2015 belum memberikan dampak yang signifikan terhadap produksi bahan bakar fosil.
Laporan ini menggunakan basis data Carbon Majors, yang didirikan pada tahun 2013 oleh Richard Heede dari Climate Accountability Institute, untuk menyediakan data produksi bahan bakar fosil dari 122 produsen minyak, gas, batu bara, dan semen terbesar di dunia.
Matthew Carl Ives, Peneliti Senior Bidang Ekonomi dari University of Oxford, menilai bahwa laporan InfluenceMap menceritakan kisah yang serius namun informatif tentang kondisi produksi di industri-industri beremisi tinggi ini. Produksi semen dan bahan bakar fosil telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan sebagian besar pertumbuhan emisi dapat ditelusuri ke sejumlah kecil perusahaan besar.
“Kenyataan yang mengkhawatirkan adalah bahwa kurangnya kemajuan dari perusahaan-perusahaan bahan bakar fosil besar ini, berarti dunia perlu melakukan lintasan dekarbonisasi yang lebih ketat dan curam jika negara-negara ingin memenuhi tujuan perjanjian Paris untuk menjaga pemanasan di bawah 2 derajat Celcius,” kata Ives seperti dilansir Phys, Senin (8/4/2024).
Basis data Carbon Majors menyoroti betapa pentingnya bagi perusahaan dan negara untuk bertanggung jawab atas kurangnya kemajuan dalam pengurangan emisi. Karena itu, kata Ives, perusahaan perlu menentukan cara terbaik untuk menyelaraskan dengan tujuan Paris, lalu memantau dan melacak kemajuan mereka.
Untuk memenuhi kebutuhan ini, tim peneliti kami dari University of Queensland, Oxford dan Princeton mengembangkan kerangka kerja yang menguraikan persyaratan berbasis ilmu pengetahuan yang ketat untuk melacak kemajuan perusahaan dalam mencapai tujuan Paris.
Dengan menerapkan kerangka kerja ini pada basis data Carbon Majors dalam sebuah studi lanjutan, Ives dan rekan-rekannya memetakan anggaran produksi 142 perusahaan bahan bakar fosil terhadap beberapa skenario global yang selaras dengan Paris dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim.
“Kami mempertimbangkan skenario masa depan "jalan tengah" di mana bisnis berjalan seperti biasa. Hal ini biasanya digunakan oleh investor untuk mengevaluasi risiko iklim perusahaan. Dengan skenario ini, kami menemukan bahwa antara tahun 2014 dan 2020, perusahaan-perusahaan batu bara, minyak dan gas bumi menghasilkan 64 persen, 63 persen dan 70 persen lebih banyak daripada yang diijinkan oleh anggaran mereka,” kata Ives.
Selama periode tujuh tahun yang tercakup dalam laporan InfluenceMap, negara dan perusahaan milik negara bertanggung jawab atas sebagian besar pertumbuhan ini. Masih belum jelas apakah perusahaan-perusahaan yang dikelola pemerintah tersebut akan bergerak ke arah pelaporan yang lebih baik terhadap standar iklim, tetapi intervensi lebih lanjut oleh pemerintah sangat diperlukan untuk memenuhi tujuan pengurangan emisi nasional yang telah ditetapkan.
“Peluncuran data Carbon Majors, bersama dengan standar pengungkapan terkait iklim yang baru, diharapkan akan membuat perbedaan besar. Perusahaan yang lebih bertanggung jawab terhadap emisi mereka akan membantu mengurangi greenwashing dalam laporan keberlanjutan perusahaan,” kata Ives.
Menghitung produksi bahan bakar fosil dan semen, serta emisi yang dihasilkannya, merupakan langkah yang sangat penting. Namun, menurut Ives, perusahaan juga perlu bertindak. Mencapai net zero dengan mengurangi emisi dari sejumlah kecil perusahaan akan jauh lebih mudah daripada membujuk 8 miliar orang untuk melakukan tindakan kolektif terkait iklim.
“Pengurangan drastis produksi bahan bakar fosil juga harus diimbangi dengan investasi pada sumber energi terbarukan yang melimpah dan semakin murah. Tanpa langkah-langkah ini, tujuan Paris tidak akan tercapai-dan hal ini sangat berisiko bagi kita semua,” kata dia.