Selasa 09 Apr 2024 14:50 WIB

Adaptasi Cuaca Ekstrem, Petani India Beralih ke Pertanian Alami

Metode pertanian alami dinilai bisa melindungi tanaman dari perubahan iklim.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Metode pertanian alami dinilai bisa melindungi tanaman dari perubahan iklim.
Foto: www.freepik.com
Metode pertanian alami dinilai bisa melindungi tanaman dari perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aroma menyengat tercium di lahan pertanian Ratna Raju. Bau tersebut berasal dari campuran urin sapi, gula murni yang dikenal sebagai jaggeri, dan bahan-bahan organik lainnya yang berfungsi sebagai pupuk, pestisida, dan penghalang cuaca buruk untuk jagung, beras, sayuran hijau dan sayuran lainnya di ladang milik Raju di Guntur, negara bagian Andhra Pradesh, India. 

Wilayah tersebut sering dilanda badai siklon hingga panas ekstrim. Para petani meyakini bahwa metode pertanian alami dapat melindungi tanaman mereka, karena tanahnya dapat menampung lebih banyak air, dan akar-akarnya yang lebih kuat membantu tanaman untuk bertahan dari angin kencang.

Baca Juga

Andhra Pradesh telah menjadi contoh positif dari manfaat pertanian alami. Para ahli mengatakan bahwa metode-metode ini harus diperluas di seluruh lahan pertanian di India, karena perubahan iklim dan penurunan keuntungan telah menyebabkan banyak protes dari para petani tahun ini. 

Dilansir AP, Selasa (9/4/2024), Para petani juga menyerukan investasi yang lebih besar dari pemerinyah federal dan negara bagian India, untuk membantu para petani beralih ke praktik-praktik yang lebih tahan terhadap perubahan iklim.

Bagi banyak orang, manfaat dari investasi yang lebih besar dalam pertanian alami sudah terlihat jelas. Pada bulan Desember, Topan Michaung, badai yang bergerak hingga 110 kilometer per jam membawa curah hujan yang tinggi di seluruh pantai tenggara India, membanjiri kota-kota dan ladang. Sebuah penilaian awal yang dilakukan beberapa pekan kemudian menemukan bahwa 600 ribu hektar tanaman hancur di negara bagian Andhra Pradesh.

Namun, di lahan pertanian alami milik Raju, di mana ia menanam padi pada saat itu, air hujan di lahan pertanian merembes ke dalam tanah dalam satu hari. Menurut Raju, tanah di lahannya dapat menyerap lebih banyak air karena lebih berpori daripada tanah yang mengandung pestisida yang berkerak dan kering.

Terbukti, ladang di dekat Raju, milik petani bernama Srikanth Kanapala, yang bergantung pada pestisida dan pupuk kimia mengalami banjir selama empat hari setelah topan. Kanapala pun mengaku penasaran dengan metode pertanian alternatif yang dilakukan Raju, yang membuat hasil panennya tetap bertahan. 

"Saya mengalami kerugian yang sangat besar. Untuk musim tanam berikutnya, saya berencana untuk menggunakan metode pertanian alami," kata Kanapala, yang memperkirakan bahwa ia mengalami kerugian hingga 600 dolar AS akibat topan, jumlah yang cukup besar bagi seorang petani kecil di India.

Inisiatif pemerintah daerah dan federal telah menghasilkan sekitar 700 ribu petani yang beralih ke pertanian alami di negara bagian ini, menurut Rythu Sadhikara Samstha, sebuah organisasi nirlaba yang didukung oleh pemerintah yang diluncurkan pada tahun 2016 untuk mempromosikan pertanian alami. Negara bagian Andhra Pradesh berharap dapat menginspirasi seluruh enam juta petani di negara bagian ini untuk melakukan pertanian alami pada akhir dekade ini.

Kementerian pertanian pemerintah federal India telah menghabiskan lebih dari 8 juta dolar AS untuk mempromosikan metode pertanian alami, dan mengatakan bahwa para petani yang menggarap hampir satu juta hektar lahan di seluruh negeri telah beralih ke praktik ini. Pada bulan Maret tahun lalu, menteri pertanian India berharap setidaknya 25 dari pertanian di seluruh India akan menggunakan teknik-teknik pertanian organik dan alami.

Tetapi para petani seperti Meerabi Chunduru -salah satu petani yang beralih ke pertanian alami- menilai perlu lebih banyak dukungan dari pemerintah dan politik. Chunduru mengatakan bahwa ia beralih ke praktik ini setelah kesehatan suaminya memburuk, yang ia yakini disebabkan oleh paparan pestisida yang berbahaya dalam jangka waktu yang lama.

Meskipun dampak kesehatan dari berbagai pestisida belum diteliti secara rinci, para pekerja pertanian di seluruh dunia telah lama mengklaim bahwa paparan dalam jangka waktu lama telah menyebabkan masalah kesehatan. Di India, 63 petani meninggal di negara bagian barat Maharashtra pada tahun 2017, yang diyakini terkait dengan pestisida yang mengandung bahan kimia Diafenthiuron, yang saat ini dilarang di Uni Eropa, tetapi tidak di India.

"Saat ini, tidak banyak politisi yang berbicara tentang pertanian alami. Ada beberapa dukungan tetapi kami membutuhkan lebih banyak lagi," kata Chunduru. Ia menyerukan lebih banyak subsidi untuk benih seperti kacang tanah, sorgum, sayuran dan jagung yang dapat membantu para petani untuk beralih.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement