Kamis 18 Apr 2024 20:22 WIB

Emisi Karbon Bahan Bakar Fosil Perparah Gelombang Panas di Sahel Afrika

Kenaikan suhu di malam hari bahkan mancapai dua derajat celcius.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nora Azizah
Gelombang panas mematikan berkepanjangan di wilayah Sahel Afrika diperparah oleh penggunaan bahan bakar fosil.
Foto: www.freepik.com
Gelombang panas mematikan berkepanjangan di wilayah Sahel Afrika diperparah oleh penggunaan bahan bakar fosil.

REPUBLIKA.CO.ID, BAMAKO -- Gelombang panas mematikan berkepanjangan di wilayah Sahel Afrika diperparah oleh penggunaan bahan bakar fosil di wilayah tersebut. Sebuah penelitian analisis yang dilakukan World Weather Attribution mendata bahwa Mali, Burkina Faso dan daerah sekitarnya menjadi 1,5 derajat celcius lebih panas akibat kerusakan iklim.

"Hal ini disebabkan oleh pembakaran gas, minyak, batu bara, dan pepohonan, khususnya di belahan bumi utara dan faktor yang sama telah mendorong kenaikan suhu malam hari sebesar 2 derajat celsius," kata para peneliti seperti dilansir laman The Guardian, Kamis (18/4/2024).

Baca Juga

Di wilayah yang lebih luas, penelitian ini menemukan gelombang panas selama lima hari akan menjadi 1,5 derajat Celcius lebih dingin tanpa adanya pengaruh manusia terhadap iklim. Ilmuwan Red Cross Red Crescent Climate Centre di Burkina Faso, Kiswendsida Guigma mengatakan, masyarakat di Sahel dan Afrika barat terbiasa dengan panas sepanjang tahun, namun suhu di bulan April belum pernah terjadi sebelumnya.

"Bagi sebagian orang, gelombang panas menjadi 1,4 atau 1,5C lebih panas karena perubahan iklim mungkin tidak terdengar seperti peningkatan yang besar, namun tambahan panas ini akan menjadi penentu antara hidup dan mati bagi banyak orang," ujar Guigma.