REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari Bumi diperingati setiap tanggal 22 April sejak tahun 1970. Tema tahun ini adalah Planet vs Plastik, sebagai seruan untuk meningkatkan kesadaran tentang risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh polusi plastik dan kerusakan yang ditimbulkannya terhadap lingkungan. Penekanan khusus diberikan pada perlindungan bayi, yang merupakan kelompok yang paling terpapar efek berbahaya dari mikroplastik.
Organisasi nirlaba yang didedikasikan untuk Hari Bumi, Earthday.org, telah menetapkan tujuan yang jelas untuk mengurangi produksi plastik sebesar 60 persen pada tahun 2040. Fokus utamanya adalah untuk menyebarkan kesadaran tentang bahaya plastik bagi kesehatan manusia, hewan, dan keanekaragaman hayati secara keseluruhan.
Setiap tahunnya, 380 juta ton plastik diproduksi. Lebih banyak plastik diproduksi hanya dalam satu dekade terakhir dibandingkan dengan seluruh abad ke-20.
Dilansir Balkan Green Energy News, Senin (22/4/2024), plastik terurai menjadi mikroplastik, partikel berdiameter hingga lima milimeter, dan nanoplastik, hingga satu mikrometer. Plastik ini melepaskan bahan kimia beracun yang berakhir di makanan yang kita makan, air yang kita minum, dan udara yang kita hirup. Nanoplastik dapat masuk ke dalam aliran darah, dan penelitian telah menunjukkan keberadaannya di dalam jantung, paru-paru, dan otak hewan dan manusia.
Sebagai contoh, dibutuhkan enam kali lebih banyak air untuk membuat botol air plastik daripada yang terkandung di dalam botol itu sendiri. Penelitian yang dipimpin oleh para ilmuwan dari Columbia University telah mengungkapkan bahwa rata-rata satu liter air kemasan mengandung sekitar 240 ribu fragmen plastik nano.
Salah satu sumber mikroplastik terbesar adalah fast fashion. Industri ini memproduksi lebih dari 100 miliar pakaian setiap tahunnya. Masyarakat saat ini membeli 60 persen lebih banyak pakaian daripada 15 tahun yang lalu, dan setiap pakaian rata-rata hanya digunakan setengahnya.
Menurut data organisasi Earthday.org, 85 persen pakaian berakhir di tempat pembuangan sampah atau insinerator, dengan hanya 1 persen yang didaur ulang. Selain itu, ketidaksetaraan sosial dan fast fesyen saling terkait secara langsung, hal ini disebabkan oleh kondisi kerja yang eksploitatif, upah rendah, dan prevalensi pekerja anak.
Terakhir, namun tidak kalah penting, organisasi tersebut menyerukan investasi dalam teknologi dan bahan inovatif untuk membangun masa depan yang bebas plastik.
Sementara itu, bayi adalah kelompok yang paling rentan terhadap risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh mikroplastik dan bahan tambahan plastik. Bahkan mikroplastik atau zat aditif dalam dosis kecil pun memiliki dampak yang lebih besar pada organisme bayi daripada orang dewasa.
Aktivitas seperti mengunyah dan merangkak meningkatkan kemungkinan masuknya mikroplastik ke dalam tubuh anak. Bayi memasukkan botol, mainan, dan benda-benda lain ke dalam mulut mereka. Selain itu, mikroplastik juga dapat ditemukan dalam debu atau material di lantai, yang dapat terhirup oleh bayi.
Dampak negatif mikroplastik pada bayi termasuk efek potensial pada perkembangan neurologis, sistem kekebalan tubuh dan fungsi vital lainnya, gangguan hormonal, serta masalah pencernaan seperti iritasi usus dan berkurangnya penyerapan nutrisi.
Paparan mikroplastik dapat membahayakan kesehatan reproduksi bayi di kemudian hari, termasuk potensi masalah kesuburan dan masalah organ reproduksi.
Beberapa peneliti menunjukkan bahwa mikroplastik memengaruhi kesehatan mental bayi, yang mengindikasikan adanya hubungan dengan kondisi seperti attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) dan autisme. Yang lebih memprihatinkan lagi, bayi sudah terpapar mikroplastik dan bahan kimia tambahan terkait bahkan sebelum lahir. Penelitian terbaru menemukan mikroplastik di dalam plasenta dan ASI.
Mengatasi tantangan polusi plastik membutuhkan pendekatan yang komprehensif di berbagai tingkat masyarakat, mulai dari individu hingga industri dan pemerintah. Dalam skala global, sesi keempat Komite Negosiasi Antarpemerintah PBB akan berlangsung di Ottawa pada tanggal 23-29 April, yang bertujuan untuk mengembangkan instrumen internasional yang mengikat secara hukum untuk melawan polusi plastik.
Earthday.org telah meluncurkan sebuah petisi yang menyerukan kepada PBB dan organisasi pemerintah untuk memberlakukan perjanjian plastik global yang akan mewajibkan semua orang untuk menerapkan standar yang sama dan mengurangi produksi plastik setidaknya 60 persen pada tahun 2040.
Tuntutan tersebut mencakup prinsip perluasan tanggung jawab produsen, yang berarti bahwa produsen dan penjual plastik akan bertanggung jawab untuk mencegah kerusakan lingkungan atau kesehatan dan memberikan kompensasi atas kerusakan tersebut.