Rabu 24 Apr 2024 17:50 WIB

Banjir Rendam China Selatan Picu Kekhawatiran Cuaca Ekstrem

China dilanda curah hujan yang luar biasa hebat.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Tim penyelamat menggunakan perahu karet mengevakuasi warga yang terjebak melalui banjir di Zhuozhou di provinsi Hebei, China utara.
Foto: AP Photo/Andy Wong
Tim penyelamat menggunakan perahu karet mengevakuasi warga yang terjebak melalui banjir di Zhuozhou di provinsi Hebei, China utara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banjir menggenangi beberapa kota di Delta Sungai Mutiara di China Selatan, setelah hujan deras mengguyur wilayah yang padat penduduk tersebut. Banjir juga memicu kekhawatiran mengenai pertahanan kawasan terhadap banjir besar yang disebabkan oleh cuaca ekstrem.

Sejak Kamis, Guangdong dilanda curah hujan yang luar biasa lebat, berkelanjutan, dan meluas, dengan badai dahsyat yang mengantarkan musim banjir tahunan di provinsi tersebut yang datang lebih awal dari biasanya pada bulan Mei dan Juni.

Baca Juga

Di Qingyuan, sebuah kota yang relatif kecil berpenduduk 4 juta jiwa, beberapa warga telah menghitung kerugian mereka akibat banjir. Sementara yang lainnya khawatir akan terjadinya bencana yang lebih besar di masa depan.

"Sawah saya terendam banjir sepenuhnya, ladang saya hilang," kata seorang warga bernama Huang Jingrong (61 tahun) seperti dilansir NBC, Rabu (24/4/2024).

Huang berlindung di bawah jembatan layang bersama beberapa petani lain dari desanya, bersama dengan berbagai macam barang pribadi yang berhasil mereka selamatkan, termasuk mesin cuci.

"Saya tidak akan menghasilkan uang tahun ini, saya akan merugi," kata dia, memperkirakan kerugiannya sekitar 100 ribu yuan (sekitar Rp 224 juta).

Selama akhir pekan, sejumlah saluran air di Guangdong meluap termasuk sungai di dekat desa Huang, di mana air telah mencapai atap rumah setelah merendam ladang padi dan kentang.

Di bagian lain dari Qingyuan, tim penyelamat berjuang melawan air setinggi leher untuk mengeluarkan penduduk termasuk seorang wanita tua yang terjebak dalam air setinggi pinggang di sebuah gedung apartemen.

“Sebelum tahun 2022, hujan jarang turun sederas sekarang, dan banjir tidak pernah setinggi sekarang,” kata penduduk Qingyuan lainnya, Lin Xiuzheng, yang bekerja di bidang penjualan ritel online.

Para ilmuwan menilai bahwa peristiwa cuaca di Cina menjadi lebih intens dan tidak dapat diprediksi karena pemanasan global,  dengan curah hujan yang memecahkan rekor dan kekeringan seringkali pada waktu yang bersamaan.

Rekor curah hujan untuk bulan April telah dipecahkan di banyak bagian Guangdong, dengan kota Shaoguan, Zhaoqing dan Jiangmen di sebelah barat dan utara Guangzhou yang juga terendam banjir.

Tidak ada korban jiwa yang dilaporkan, meskipun 11 orang di provinsi tersebut masih hilang hingga Senin pagi, demikian dilaporkan oleh kantor berita pemerintah Xinhua tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

“Di seluruh provinsi, 36 rumah roboh dan 48 rumah rusak parah, mengakibatkan kerugian ekonomi langsung sebesar hampir 140,6 juta yuan,” lapor Xinhua.

Dua perusahaan di provinsi tersebut mengatakan bahwa tidak ada dampak langsung terhadap bisnis atau rantai pasokan. “Semuanya berjalan seperti biasa dan semua orang mulai bekerja,” kata perusahaan yang memasok Tesla dan pembuat kendaraan listrik lainnya.

Polyrocks Chemical, perusahaan plastik yang memasok raksasa teknologi seperti Apple, Huawei, dan Samsung, juga mengatakan operasinya tidak terpengaruh.

Cuaca konvektif yang intens di China selatan disebabkan oleh suhu tinggi subtropis yang lebih kuat dari biasanya, sebuah sistem tekanan tinggi semi permanen yang beredar di utara khatulistiwa.

Tingginya suhu subtropis yang lebih kuat menyebabkan suhu lebih panas, sehingga menarik lebih banyak udara yang mengandung uap air dari Laut Cina Selatan dan bahkan Teluk Benggala, sehingga mengakibatkan curah hujan yang tinggi

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement