REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah sampah plastik di dunia terus meningkat, di mana pada 2021 dunia telah menghasilkan 139 juta metrik ton sampah plastik sekali pakai. Kini, sebuah studi memperkirakan bahwa hanya ada lima perusahaan yang memproduksi barang-barang yang bertanggung jawab atas seperempat polusi plastik di dunia.
Dipublikasikan dalam jurnal Sciences Advances, peneliti menganalisis data dari 1.500 survei sampah yang dilakukan oleh sukarelawan di 84 negara antara tahun 2018 dan 2022. Selama "audit merek" ini, para sukarelawan mengambil lebih dari 1,8 juta sampah plastik yang ditemukan di taman, pantai, jalan, dan ruang publik lainnya di seluruh dunia. Mereka juga mencatat merek dan label pada setiap sampah.
Dengan menghubungkan nama-nama merek dengan perusahaan induknya, para peneliti dapat menghitung berapa banyak aliran polusi plastik global yang disebabkan oleh produsen perusahaan besar yang memproduksi kemasan dan produk plastik. Ironisnya, hanya segelintir merek dan perusahaan besar yang bertanggung jawab atas sejumlah besar masalah sampah plastik di dunia.
Perusahaan yang menjadi sumber polusi plastik bermerek terbesar adalah Coca-Cola Company, yang menyumbang 11 persen dari seluruh sampah plastik bermerek yang tercatat dalam survey global. PepsiCo berada di urutan kedua dengan lima persen, diikuti oleh Nestle (3 persen), Danone (3 persen), dan Altria - salah satu produsen dan pemasar tembakau, rokok, dan produk terkait terbesar di dunia (2 persen).
Secara keseluruhan, kelima perusahaan tersebut bertanggung jawab atas hampir seperempat (24 persen) dari semua polusi plastik bermerek yang didokumentasikan di seluruh dunia selama lima tahun penelitian. Menelisik lebih dalam tentang masalah sampah di dunia, hanya 56 perusahaan yang menghasilkan lebih dari separuh polusi plastik yang teridentifikasi dalam audit.
Namun, karena sebagian besar sampah ini tidak memiliki nama merek atau label apapun saat relawan memungutnya, para penulis studi mengatakan bahwa persentase sebenarnya dari sampah plastik global yang berasal dari merek-merek dan perusahaan-perusahaan besar tersebut kemungkinan besar lebih tinggi.
“Temuan ini menyoroti kebutuhan kritis akan transparansi dan langkah-langkah akuntabilitas yang lebih besar untuk produksi dan pelabelan plastik,” kata para peneliti seperti dilansir Study Finds, Selasa (30/4/2024).
Meskipun perusahaan lain....