REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa suhu panas yang terjadi di Indonesia beberapa hari terakhir bukanlah gelombang panas (heatwave). Secara karakteristik, suhu panas yang terjadi di Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari, sebuah siklus yang biasa terjadi setiap tahun.
Menurut Prakirawan Cuaca BMKG, Muhammad Irsal Yuliandri, kondisi ini biasanya terjadi pada bulan Maret hingga Juni, di mana posisi matahari tidak jauh dari ekuator, yang sekarang berada di belahan bumi utara dan terus bergerak ke utara.
“Kalau gelombang panas umumnya terjadi di wilayah yang terletak pada lintang menengah dan tinggi. Dengan syarat terjadi kenaikan suhu 5 derajat Celcius lebih tinggi dari suhu udara maksimum yang diambil secara rata-rata, dan kenaikan ini juga terjadi selama lima hari atau lebih secara berturut-turut. Dan dari pengamatan kami, suhu panas yang terjadi di Indonesia tidak memenuhi karakteristik gelombang panas,” kata Irsal saat dihubungi Republika, dikutip Jumat (3/5/2024).
Selain karena gerak semu matahari, kondisi suhu panas di beberapa wilayah Indonesia terutama di Jawa hingga Nusa Tenggara disebabkan oleh minimnya pertumbuhan awan dan hujan. Kondisi ini menyebabkan penyinaran matahari tidak mengalami hambatan signifikan oleh awan di atmosfer, sehingga suhu pada siang hari di luar ruangan dapat terasa lebih panas dan terik.
“Namun demikian, fenomena cuaca ini tidak dapat berdiri sendiri. Ada beberapa faktor seperti kecepatan angin, tutupan awan, dan tingkat kelembaban udara juga memiliki pengaruh pada kondisi suhu terik di suatu wilayah yang mempengaruhi peningkatan suhu di beberapa wilayah dalam beberapa hari terakhir,” jelas Irsal.
Menurut prakiraan BMKG, pada Juni hingga Agustus kondisi atmosfer di wilayah Indonesia bagian Selatan akan semakin kering sehingga minim tutupan awan dan hujan. Akibatnya, suhu udara akan cenderung lebih panas dari saat ini.
“Kami perkirakan wilayah Jawa, Bali, NTT, NTB menjadi wilayah yang akan memiliki suhu lebih tinggi dari wilayah lainnya. Untuk DKI Jakarta akan mencapai suhu maksimum hingga 35 derajat Celcius,” kata Irsal.
Irsal menjelaskan bahwa fenomena gerak semu matahari, minimnya tutupan awan dan hujan, serta pengaruh kandungan uap air di atmosfer lapisan bawah yang masih tinggi, menjadi penyebab suhu udara di bagian Selatan Indonesia terasa terik ketika siang dan gerah ketika malam hari.
Menyikapi fenomena cuaca panas ini, BMKG mengimbau masyarakat untuk dapat menggunakan air dengan bijaksana dan hemat guna mengantisipasi krisis air selama periode musim kemarau tahun ini. Kemudian masyarakat diimbau tidak membuka lahan dengan membakar, senantiasa menjaga stamina tubuh dan menjaga hidrasi tubuh, serta memakai perlindungan dari sinar matahari.
“Sebisa mungkin hindari juga aktivitas di luar ruangan dalam jangka waktu yang cukup lama,” kata Irsal.