REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hena Khan, seorang siswa kelas sembilan di Dhaka, kesulitan untuk fokus pada pelajarannya pekan ini karena suhu udara di ibu kota Bangladesh tersebut mencapai 43 derajat Celcius.
“Belajar menjadi tidak kondusif dalam cuaca panas seperti ini. Guru tidak bisa mengajar, siswa tidak bisa berkonsentrasi. Nyawa kami pun dalam bahaya,” kata Khan seperti dilansir Reuters, Jumat (3/5/2024).
Khan adalah satu dari 40 juta siswa yang tidak dapat mengikuti pelajaran dalam beberapa pekan terakhir, karena gelombang panas telah memaksa penutupan sekolah di beberapa bagian Asia dan Afrika Utara. Seiring dengan memanasnya iklim akibat pembakaran bahan bakar fosil, gelombang panas berlangsung lebih lama dan ekstrem.
Fenomena ini membuat otoritas pemerintah dan ahli kesehatan semakin gamang, apakah akan membiarkan siswa belajar di ruang kelas yang panas atau mendorong mereka untuk belajar di rumah.