Sabtu 04 May 2024 15:10 WIB

Pengadilan Tinggi London Sebut Aksi Iklim Terbaru Langgar Hukum

Aksi iklim terbaru di Londondinilai melanggar hukum karena berisiko implementasi.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Perubahan iklim (ilustrasi).
Foto: www.pixabay.com
Perubahan iklim (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Tinggi London memutuskan bahwa rencana aksi iklim terbaru Inggris telah melanggar hukum karena risiko implementasi. Dalam putusannya pada Jumat, pengadilan menyatakan, anggaran karbon yang ditetapkan pada 2023 untuk memenuhi target net zero 2050 ditetapkan tanpa bukti bahwa anggaran dapat dicapai.

Putusan ini berarti Inggris harus mengajukan rencana baru untuk kedua kalinya, dan menjadi tantangan lebih lanjut bagi Inggris dalam perjalanannya menuju net zero.

Baca Juga

Friends of the Earth, ClientEarth, dan Good Law Project mengambil tindakan hukum atas target tersebut tahun lalu, setelah berhasil menentang anggaran sebelumnya yang ditetapkan oleh pemerintah Konservatif pada tahun 2022.

Pengadilan Tinggi kemudian memutuskan bahwa Inggris telah melanggar undang-undang yang dirancang untuk membantu mencapai target Perjanjian Paris 2015 guna menjaga suhu dalam 1,5 derajat Celcius dari tingkat pra-industri, sehingga membutuhkan rencana baru.

Tiga kelompok lingkungan berpendapat bahwa rencana baru tersebut juga melanggar hukum karena disepakati berdasarkan asumsi yang salah tentang kelayakannya, dengan mengutip fakta bahwa menteri energi saat itu, Grant Shapps, tidak diberitahu tentang risiko bahwa kebijakan untuk mengurangi emisi pada akhirnya tidak dapat dilaksanakan.

Hakim Clive Sheldon menguatkan empat dari lima alasan gugatan hukum mereka dalam sebuah keputusan tertulis. Pengacara kelompok Friends of the Earth, Katie de Kauwe, menilai putusan ini sebagai kekalahan memalukan bagi pemerintah dan rencana iklimnya yang sembrono.

Menanggapi hal ini, juru bicara Departemen Keamanan Energi dan Net Zero mengatakan bahwa klaim dalam kasus ini sebagian besar adalah tentang proses, dan putusan tersebut tidak mengandung kritik terhadap rencana iklim Inggris.

"Kami tidak percaya bahwa kasus pengadilan tentang proses merupakan cara terbaik untuk mendorong kemajuan menuju tujuan bersama kita untuk mencapai net zero,” kata juru bicara tersebut seperti dilansir Reuters, Sabtu (4/5/2024).

Putusan ini muncul ketika para aktivis iklim semakin banyak beralih ke jalur hukum untuk memaksa pemerintah bergerak lebih cepat dalam mengatasi emisi.

Pengadilan hak asasi manusia tertinggi di Eropa memutuskan pada bulan April lalu bahwa pemerintah Swiss telah melanggar hak asasi manusia warganya karena gagal berbuat cukup banyak untuk memerangi perubahan iklim, dalam sebuah keputusan yang dapat menjadi preseden bagi tuntutan hukum iklim di masa depan.

Kasus di Inggris juga disidangkan di tengah kekhawatiran bahwa negara tersebut telah kehilangan posisinya sebagai pemimpin global dalam aksi iklim.

Pengacara Friends of the Earth, David Wolfe, mengatakan pada sidang dengar pendapat bulan Februari lalu bahwa Komite Perubahan Iklim Inggris telah memperingatkan adanya kebijakan yang kredibel untuk mencapai kurang dari 20 persen pengurangan yang diperlukan untuk memenuhi anggaran karbon untuk tahun 2033-2037.

Namun, kelompok tersebut mengatakan, Shapps melanjutkan dengan asumsi bahwa pengurangan emisi gas rumah kaca dari semua proposal dan kebijakan semuanya akan dilaksanakan secara penuh.

Pengadilan Tinggi memutuskan bahwa Shapps secara keliru diberitahu oleh para pejabat bahwa masing-masing proposal dan kebijakan yang membentuk paket tindakan akan dilaksanakan secara penuh, sehingga membuat rencana pelaksanaan anggaran karbon tersebut melanggar hukum.

“Keputusan Shapps didasarkan pada alasan yang sama sekali tidak dibenarkan oleh bukti-bukti yang ada", kata Sheldon dalam putusannya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement