REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera mengkritik wacana penambahan nomenklatur kementerian dari 34 menjadi 40 pada pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Jika wacana tersebut benar terwujud, perlu adanya kajian yang mendalam sebelum perealisasiannya.
"Saya agak menolak tentang pembengkakan kementerian ini. Seharusnya, reformasi birokrasi itu rumusnya sederhana, yaitu miskin struktur, kaya fungsi. Jangan sampai justru makin banyak struktur, malah koordinasinya jadi berantakan," ujar Mardani lewat keterangannya, dikutip Senin (13/5/2024).
Ia pun secara khusus menyoroti isu penambahan kementerian di sektor pendidikan. Menurutnya, upaya tersebut belum tentu akan menjadi solusi dalam menyelesaikan permasalahan pendidikan di Indonesia.
Justru sebaliknya, penambahan kementerian berpotensi menimbulkan masalah baru. Salah satunya adalah tumpang tindihnya peraturan perundang-undangan dan benturan kewenangan antarkementerian.
"Jangan sampai jadi terikat dengan birokrasi, lalu menciptakan berbagai regulasi yang saling bertentangan. Kita perlu start from zero. Coba lihat lagi penataan pendidikan Indonesia. Pemerintah harus paham dulu dasar dari masalah (pendidikan) ini," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Dalam beberapa hari terakhir berembus isu penambahan kementerian di pemerintahan Prabowo-Gibran, dari 34 menjadi 40. Aturan penambahan kementerian termaktub dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Dalam Bab IV UU Kementerian Negara, mengatur khusus tentang pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian. Dalam Pasal 12 undang-undang tersebut, terdapat tiga kementerian yang wajib dibentuk dan tak boleh dibubarkan sebagai amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yakni Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Dalam Negeri.
Selanjutnya dalam Pasal 13 Ayat 2 UU Kementerian Negara, terdapat empat pertimbangan dalam membentuk kementerian. Keempatnya adalah efisiensi dan efektivitas; cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; dan/atau perkembangan lingkungan global.
"Untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian, presiden dapat membentuk kementerian koordinasi," bunyi Pasal 14.
"Jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34," bunyi Pasal 15 yang membuat isu penambahan kementerian era Prabowo-Gibran menjadi 40 tidak bisa terwujud.