REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dunia baru saja mengalami bulan April terpanas dalam sejarah, memperpanjang rekor 11 bulan beruntun di mana setiap bulannya mencatat rekor suhu tertinggi. Demikian menurut layanan pemantauan perubahan iklim Uni Eropa Copernicus pada Rabu (8/5/2024).
Dalam laporannya yang dikutip Senin (13/5/204), Copernicus Climate Change Service (C3S) mengatakan bahwa setiap bulan sejak Juni 2023 telah mencatat rekor terpanas di planet ini, dibandingkan dengan bulan yang sama di tahun-tahun sebelumnya.
Termasuk bulan April, suhu rata-rata dunia tercatat sebagai yang tertinggi dalam periode 12 bulan yakni 1,61 derajat Celcius di atas rata-rata pada periode pra-industri tahun 1850-1900.
Beberapa kejadian ekstrem, termasuk suhu permukaan laut yang memecahkan rekor selama berbulan-bulan, telah mendorong para ilmuwan untuk menyelidiki apakah aktivitas manusia telah memicu titik kritis dalam sistem iklim.
"Saya pikir banyak ilmuwan telah mengajukan pertanyaan apakah mungkin ada pergeseran dalam sistem iklim," kata Ilmuwan Iklim Senior C3S, Julien Nicolas, seperti dilansir Reuters.
Emisi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fosil adalah penyebab utama perubahan iklim. Dalam beberapa bulan terakhir, fenomena alam El Nino yang memanaskan permukaan air di Samudera Pasifik bagian timur juga telah meningkatkan suhu.
Hayley Fowler, seorang ilmuwan iklim di Newcastle University, mengatakan bahwa data tersebut menunjukkan bahwa dunia hampir melanggar target Perjanjian Paris 2015 untuk membatasi pemanasan global di angka 1,5 derajat Celcius.
"Pada titik mana kita menyatakan bahwa kita telah kalah dalam pertempuran untuk menjaga suhu di bawah 1,5 derajat Celsius? Pendapat pribadi saya adalah kita sudah kalah dalam pertempuran itu, dan kita benar-benar perlu berpikir dengan sangat serius untuk menjaga suhu di bawah 2 derajat Celcius dan mengurangi emisi secepat mungkin," kata dia.
Berbagai negara menyepakati....