Senin 20 May 2024 20:50 WIB

KLHK Tegaskan Panen Tebu Melalui Pembakaran Termasuk Tindakan Ilegal

Larangan bakar lahan ada dalam UU, lebih tinggi dari aturan gubernur yang bolehkan.

Buruh tebang mengangkut tebu yang dipanen di perkebunan (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Ari Bowo Sucipto
Buruh tebang mengangkut tebu yang dipanen di perkebunan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan praktik pemanenan tebu melalui pembakaran merupakan perbuatan ilegal karena melanggar perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

"Panen dengan cara dibakar tidak diizinkan. Banyak cara lain untuk panen, salah satunya menggunakan mekanik," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani di Jakarta, Senin (20/5/2024).

Baca Juga

Rasio menuturkan, meski perusahaan berdalih kegiatan membakar lahan tebu diperbolehkan melalui peraturan gubernur, tapi itu tidak serta merta melegalkan praktik tersebut karena regulasi tertinggi adalah undang-undang. Menurut dia, regulasi pemerintah pusat seperti Undang-Undang Lingkungan Hidup maupun Undang-Undang Perkebunan secara jelas melarang praktik pemanenan dengan cara dibakar.

"Banyak cara yang lebih berkelanjutan untuk lingkungan. Tindakan memanen tebu dengan cara dibakar merugikan lingkungan hidup, merugikan masyarakat, dan merugikan negara," kata Rasio.

KLHK mencatat setidaknya ada dua perusahaan tebu di Lampung yang terindikasi melakukan pemanenan tebu dengan cara dibakar, yakni PT Sweet Indo Lampung (SIL) dan PT Indo Lampung Perkasa (ILP). Pada 2021, perhitungan awal luas lahan tebu yang dibakar perusahaan SIL dan ILP mencapai 5.469 hektare. Sedangkan, luas lahan yang terbakar pada tahun 2023 mencapai 14.492 hektare.

Kedua perusahaan tebu itu berlindung di balik Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023. Menteri LHK Siti Nurbaya sempat menyurati Gubernur Lampung Arinal Djunaidi untuk mencabut aturan tersebut, tapi imbauan itu tidak pernah digubris.

KLHK bersama masyarakat lantas menempuh jalur hukum melalui permohonan uji materiil ke Mahkamah Agung. Lembaga tinggi pengadilan kasasi itu mengabulkan permohonan uji materiil tersebut dan mengharuskan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023 untuk dicabut.

Direktur Penanganan Pengaduan, Pengawasan, dan Sanksi Administrasi KLHK Ardyanto Nugroho mengatakan dalih pembakaran lahan untuk menyuburkan tanah tidak sepenuhnya benar. Menurut dia, dalam waktu dekat tanah memang menjadi subur karena tingkat keasaman atau PH tanah meningkatkan. Apabila praktik pembakaran dilakukan dalam jangka panjang justru menurunkan kualitas tanah dan merusak lingkungan.

"Kami memiliki tiga instrumen penegakan hukum, yakni sanksi administrasi, pidana, dan perdata. Kami masih mengkaji instrumen mana yang akan kami gunakan untuk menghadapi kondisi ini apakah dari salah satu instrumen atau ketiga-ketiganya kami maksimalkan," kata Ardyanto.

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement