Senin 27 May 2024 23:30 WIB

Kaltim Luncurkan Pergub Ekonomi Karbon Pertama di Indonesia

Kebijakan ini menjadi sebuah hal yang baru di Pemerintah Indonesia dan dapat diikuti.

Ekonomi karbon diperlukan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan (Ilustrasi).
Foto: EPA-EFE/Bagus Indahono
Ekonomi karbon diperlukan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- Penjabat Gubernur Provinsi Kaltim Akmal Malik mengungkapkan Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltim tentang tata kelola nilai ekonomi karbon baru pertama kali dibuat oleh Pemerintahan Provinsi di Indonesia.

"Kebijakan ini menjadi sebuah hal yang baru di Pemerintah Indonesia dan dapat diikuti oleh negara-negara lainnya," kata Akmal Malik pada pertemuan forum Pertukaran Pengetahuan Selatan-Selatan atau South-South Knowledge Exchange (SSKE) di Balikpapan, Senin (27/5/2024).

Baca Juga

Pada SSKE yang difasilitasi World Bank itu, Akmal Malik, menegaskan menjaga hutan dan mengurangi emisi bukan semata tugas Pemerintah, tetapi juga tanggungjawab swasta, pemangku kepentingan terkait dan masyarakat.

Oleh karena itu, ujar Akmal, ketika karbon memiliki nilai ekonomi, maka akan mendorong semua pihak terlibat aktif menjaga karbon yang bersumber dari gambut, hutan maupun mangrove.

Akmal pun berharap World Bank melihat kebijakan Kaltim ini sebagai langkah positif menyelamatkan bumi oleh negara memiliki hutan.

"Jika selama ini banyak negara menghasilkan emisi, maka mereka harus membayar kepada negara yang menghasilkan karbon sebab menjaga hutannya," jelasnya.

Ada beberapa negara yang ikut bergabung forum SSKE itu antara lain, Indonesia (tuan rumah), Brazil dan Republik Demokrasi Congo. Forum tersebut telah melakukan kegiatan sejak 23 Mei dan berakhir pada 29 Mei 2024 di Provinsi Kalimantan Timur.

Delegasi SSKE dipimpin Lead Environmental Specialist The World Bank Franka Braun, dengan anggota  Government of Mato Grosso Ligia Nara Vendrami, Secretary of the Environment of the State of Amazonas Eduardo Costa Traveira, Minister of Environment and Sustainable Development of the DRC’s Joseph Longunza Malassi, Provincial Minister in charge of the Environment, Democratic Republic of Congo Ignace Bonda Monza, Deputy Director-General of the Brazilian Forest Service Marcus Vinicius Alves, Director of the Forestry Department at the Ministry of the Environment of Brazil Fabíola Marono Zerbini.

Hadir pula mendampingi pejabat Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, pejabat Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Nani Hendiarti, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL), KLHK RI Agus Justianto, dan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Laksmi Dhewanthi. Direktur Utama, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Hartono dan Ketua DDPI Kaltim Profesor Daddy Ruchiyat.

Lead Environmental Specialist The World Bank Franka Braun menjelaskan South-South Knowledge Exchange adalah menggabungkan tiga negara hutan hujan tropis terbesar, sekaligus platform para pembuat kebijakan, pakar dan masyarakat.

"Bank Dunia juga membawa masyarakat global. Dan dalam platform ini kita berusaha mengatasi masalah yang dihadapi negara-negara hutan hujan tropis," jelasnya.

Atas nama World Bank, Franka Braun menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Indonesia, khususnya Pemerintah Provinsi Kaltim.

"Banyak kemajuan yang diperoleh Pemerintah Provinsi Kaltim, seperti pengelolaan hutan dari deforestrasi,pengurangan emisi karbon. Ini adalah kepentingan bersama menjaga kemajuan dan langkah baik ini," pujinya.

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement