Sabtu 01 Jun 2024 14:35 WIB

Ujian Bagi Pancasila

Pancasila adalah dasar negara

Ilustrasi Pancasila. Pancasila adalah dasar negara
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Pancasila. Pancasila adalah dasar negara

Oleh : I Wayan Sudirta, anggota Komisi III DPR RI Dari FPDIP

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Apakah Pancasila masih relevan dengan kehidupan ketatanegaraan Indonesia saat ini? Pertanyaan ini terus menyelimuti diskursus anak bangsa paling tidak setahun belakangan ini. 

Jika kita sepakat menempatkan Pancasila sebagai landasan berbangsa dan bernegara, mengapa isu-isu yang menyangkut moral atau praktik-praktik di luar nilai-nilai Pancasila kerap masih terus diperlihatkan para elit di negeri ini?

Baca Juga

Dalam pidatonya 1 Juni 1945 di hadapan sidang BPUPKI, Bung Karno telah menegaskan bahwa Pancasila adalah landasan berbangsa dan bernegara. 

Tak hanya itu, Pancasila juga melandasi pembentukan konstitusi UUD 1945 dan pengambilan seluruh kebijakan berbangsa dan negara. 

Filsafat bernegara

Sebagai filsafat kenegaraan Indonesia, pemikiran Bung Karno mengenai Pancasila meliputi, pertama, kebangsaan. Dasar dari pendirian negara Indonesia adalah nasionalisme. Makna kebangsaan ini merujuk pada persatuan di tengah keragaman, struktur negara-bangsa modern, dan arahnya yang bersifat sosialistik. 

Itulah alasan mengapa Bung Karno menambahkan nasionalisme dengan kata sosio, sehingga membentuk sosio-nasionalisme, nasionalisme yang welas asih, oleh karena itu sosio-demokrasi akan selalu menyatu dengan nilai ketuhanan. 

Kedua, Bung Karno menempatkan dua dimensi penting sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan, yakni dimensi politik yang mengacu pada nilai kebangsaan, internasionalisme, demokrasi, dan keadilan sosial, serta dimensi etik yang mengacu pada nilai ketuhanan. Artinya nilai ketuhanan didapuk menjadi dasar dalam dimensi politik.

Ketiga, Bung Karno menawarkan konsep ketuhanan yang dikembangkan dalam diskursus kebudayaan dan kebangsaan. Artinya, pemahaman dan pengamalan nilai-nilai ketuhanan diletakkan dalam konteks ke-Indonesiaan yang majemuk. Itulah mengapa toleransi menjadi landasan bagi kemajemukan masyarakat Indonesia.

Pancasila yang berarti lima sila atau lima prinsip dasar itu dipakai sebagai dasar filosofis-ideologis untuk mewujudkan empat tujuan bernegara, yaitu: (i) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (ii) meningkatkan kesejahteraan umum; (ii) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (iv) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian yang abadi, dan keadilan sosial. 

Diterimanya Pancasila sebagai ideologi negara berarti menolak sistem kapitalisme-liberal maupun sosialisme-komunis. Harus diakui bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki perbedaan nyata dengan sistem kapitalisme-liberal maupun sosialisme-komunis.

Disamping itu, Pancasila juga mengakui dan melindungi baik hak-hak individu maupun hak masyarakat baik di bidang ekonomi maupun politik. Ideologi Pancasila mengakui secara selaras baik kolektivisme maupun individualisme. 

Demokrasi yang dikembangkan bukan demokrasi politik semata seperti dalam ideologi liberal-kapitalis, melainkan juga demokrasi ekonomi. Dalam sistem kapitalisme liberal, dasar perekonomian bukan usaha bersama dan kekeluargaan, melainkan kebebasan individual untuk berusaha. Sedangkan dalam sistem sosialisme-komunis, negaralah yang justru mendominasi perekonomian, bukan warga negara. (Jimly Asshidiqie:2005).

Dengan demikian, Pancasila hadir sebagai sintesis antara negara kapitalisme-liberal dan sosialisme-komunis. Dalam hal ini Soekarno mengemukakan, “Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara “semua buat semua‟, “satu buat semua, semua buat satu.” (Yudi Latief, 2018).

Dilema Berdemokrasi

Bung Karno berkeyakinan bahwa demokrasi Indonesia adalah permusyawaratan-perwakilan, karena kapal yang membawa kita ke Indonesia Merdeka itu, ialah “Kapal-Persatuan”.

Demi persatuan itu, Soekarno menekankan pentingnya bangsa Indonesia menempuh jalan nasionalisme dan jalan demokrasinya sendiri, yang tidak perlu meniru nasionalisme dan demokrasi yang berkembang di Barat. 

Soekarno pun mengingatkan bahwa demokrasi itu pada hakekatnya adalah “pemerintahan rakyat”, yang memberi hak kepada semua rakyat untuk ikut memerintah. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.

Dalam Demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi juga dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas. (Yudi Latief: 2018). 

Sebagai fundamen kenegaraan, Pancasila menjadi landasan dalam membangun tatanan kehidupan ketatanegaraan yang meliputi seluruh bidang kehidupan, yaitu membangun sistem ekonomi, sosial, politik, budaya, pertahanan, keamanan, dan hukum.

Jika menilik kompleksitas dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024, tulisan ini mendorong dibuatnya kajian hukum tata negara untuk mengevaluasi sistem pemilu yang akan datang. 

Hal ini dikarenakan sistem Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang pada awalnya ingin menumbuhkan demokrasi dalam bernegara justru melahirkan kondisi destruktif yang disebut paradox demokrasi dengan ciri antara lain menjadikan Pemilu Presiden sebagai bussiness as usual, munculnya big man, neopratimonial, clinetelist, informalised dan disordered politics. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement